Resensi Buku: Suffering and the Sovereignty of God

Judul Asli : Suffering and the Sovereignty of God
Editor : John Piper dan Justin Taylor
Penerbit : Momentum
Jumlah Halaman : 287

Buku ini terdiri dari sembilan penulis yang berbeda, dan dibagi ke dalam tiga tema besar. Theologi dari buku ini ditulis oleh orang-orang yang mengalami penderitaan dan sengsara. Kontributornya terdiri dari dua orang lumpuh akibat sakit kronis, dua orang mengalami kematian orang tua sejak muda, dua orang memiliki anak yang baru saja meninggal, dua orang bergumul mengenai sakit kanker prostat.

Bagian pertama:
John Piper berbicara tentang Allah yang berdaulat atas Iblis dan seluruh pekerjaannya. Allah juga berdaulat atas kuasa dosa.
Mark Talbot bicara mengenai kehendak Allah dan kehendak manusia yang saling bertentangan/melukai. Allah tidak melakukan kejahatan, tetapi Allah menetapkan kejahatan, sehingga penetapan kejahatan bukanlah kejahatan.

Bagian kedua:
Piper berbicara mengenai eksistensi penderitaan yaitu agar Kristus bisa menunjukkan kebesaran dan kemuliaan Allah dengan menderita dalam diri-Nya, yang mengatasi penderitaan kita.
Piper mengutarakan enam cara bagaimana misi gereja diperluas lewat penderitaan: a) Iman dan kekudusan diperdalam; b) Cawan kita bertambah penuh; c) Orang lain menjadi berani; d) Menggenapkan penderitaan Kristus; e) Perintah misioner untuk “pergi” dipertegas; f) Supremasi Kristus dinyatakan.
Steve Saint mengatakan penderitaan itu sifatnya relatif. Orang yang menderita ingin dilayani oleh mereka yang menderita juga.
Carl Ellis menolong kita mengetahui bahwa penderitaan etnik ada di dalam kedaulatan Allah. Dia meliput juga asal mula penderitaan; misteri, dasar, pengetahuan Allah, tanggapan manusia terhadap penderitaan.

Bagian ketiga:
David Powlison berbicara bagaimana menjumpai Allah dalam penderitaan.
Dustin Shramek mengatakan kita bisa menunggu sukacita yang datang di waktu pagi karena iman dalam Allah yang berdaulat dan baik. Shramek membahas mengenai penderitaan kesakitan lewat Mazmur. Kesakitan adalah hal normal pasca kejatuhan. Maka bila kita mengecilkan kesakitan itu adalah kegagalan mengasihi Allah dan menghormati Allah.
Joni Eareckson Tada berpusat pada tema menemukan penderitaan dan sukacita dalam terminologi Allah.

Seluruh Aspek Kedaulatan Allah atas Penderitaan dan Tangan Iblis di dalamnya – John Piper
Piper menjelaskan bahwa motivasi dalam menulis buku datang dari kenyataan bahwa Allahlah pribadi yang paling mutlak dan memiliki nilai tertinggi. Lalu dibandingkan, kenapa Allah mengizinkan bencana alam seperti tsunami, gempa, bahkan tragedi 11 September di Amerika dapat terjadi? Bagaimana respons penulis buku ini yang semuanya mengalami penderitaan yang begitu berat terhadap kedaulatan Allah?

Pendekatan yang digunakan dalam buku ini adalah bukan menyelesaikan masalah secara langsung, melainkan merayakan kedaulatan Allah atas Iblis dan seluruh hal. Dalam kedaulatan Allah, Dia mengatur semua hal demi kebijaksanaan dan maksud-Nya yang kudus.
Allah berdaulat atas pemerintahan Iblis atas dunia yang didelegasikan. Tanpa izin Allah, pemerintahan tidak dapat berbuat apa-apa. Semua pemerintah ada di dalam izin Allah.
Allah berkuasa atas malaikat-malaikat Iblis. Iblis taat kepada perintah Yesus Kristus.
Allah berkuasa atas tangan Iblis di dalam penganiayaan. Allah mengizinkan Iblis untuk melakukan rencana-Nya menyalibkan Yesus Kristus.
Allah berkuasa atas kuasa Iblis untuk mengambil hidup. Allah berdaulat atas kehidupan dan kematian seseorang.
Allah berkuasa atas tangan Iblis dalam bencana alam. Di sini Ayub mengalami malapetaka baik dari alam maupun kematian. Semuanya itu dilakukan oleh Iblis atas seizin Allah.
Allah berkuasa atas kuasa Iblis mendatangkan penyakit. Iblis tidak berdaulat atas penyakit, meskipun dia bisa mendatangkan penyakit. Semua diizinkan oleh Allah.
Allah berkuasa atas penggunaan binatang dan tumbuh-tumbuhan oleh Iblis. Iblis bisa memakai binatang atau tumbuhan untuk mencelakakan manusia, tapi dia tidak berdaulat atasnya, Allah yang berdaulat.
Allah berkuasa atas godaan Iblis untuk berbuat dosa. Segala godaan Iblis yang dia lakukan kepada manusia, semuanya dikendalikan oleh Allah.
Allah berkuasa atas kuasa Iblis untuk pembutaan pikiran. Iblis ingin mengacaubalaukan ajaran Injil yang Alkitab nyatakan. Namun, kedaulatan Allah menopang kita sehingga kita masih tetap mengerti Injil yang benar.
Allah berkuasa atas jerat rohani Iblis. Senjata Iblis ada dua: a) Kesengsaraan dan penderitaan. b) Kesenangan dan kemakmuran.

Semua Kebaikan Kita dalam Kristus: Melihat Kemurahan Tangan Allah di Tengah Luka yang Orang Lain Sebabkan pada Kita – Mark R. Talbot
Talbot memulai bab ini dengan tulisan Elie Wiesel mengenai kamp pembunuhan orang-orang Yahudi di Auschwitz. Betapa banyak orang-orang yang tidak bersalah, menderita, disiksa, dan dibunuh. Dalam bagian ini digambarkan mengenai orang-orang yang mengalami penderitaan begitu berat, begitu keji, dan tak berperikemanusiaan. Talbot membawa pembaca untuk maju ke sebuah pertanyaan, di manakah Allah yang Mahabaik itu? Bukankah Dia dapat mencegah dosa terjadi? Kenapa Dia mengizinkan dan membiarkan hal-hal mengerikan terjadi kepada umat manusia?

Talbot menjawab pertanyaan ini dengan jelas dan tegas, bahwa ketika Allah membiarkan atau mengizinkan, Allah juga menghendaki dan menetapkan hal tersebut terjadi, sekalipun itu dosa yang mengerikan. Di samping Allah secara aktif menetapkannya demikian, Allah bukanlah pencipta dosa. Allah tetap kudus. Namun Allah merencanakan segala sesuatu tersebut, dan tidak menjadi penonton yang berpangku tangan saja.
Lalu muncullah kaum Theis yang mengatakan Allah tidak terlibat dengan kejahatan yang terjadi di dunia. Allah tidak mencegah kejahatan yang manusia lakukan karena Dia memandang kebebasan kita begitu berharga. Padahal, seluruh hal yang terjadi di dunia, sebaik ataupun seburuk apa pun hal tersebut, asalnya adalah dari tangan Allah.

Bagi Talbot, permasalahan mengenai kebebasan dan tanggung jawab manusia adalah makanan yang keras bagi orang Kristen. Karena hal ini sulit dipahami. Karena bila segala sesuatu yang terjadi adalah di dalam kehendak Allah, Allah yang menetapkannya, maka bagaimana tindakan manusia bisa bebas? Jika manusia tidak bebas, bagaimana tanggung jawab manusia? Bagaimana bisa memuji/menyalahkan, memberi upah/hukuman kepada orang?

Kitab Suci menuliskan tentang tanggung jawab manusia di Roma 1:18-3:20. Meskipun Allah sudah menetapkan segala tindakan manusia, manusia tetap harus bertanggung jawab atas tindakannya.

Pilihan manusia hanya ada dua, apakah menjadi hamba dosa atau menjadi hamba Allah. Pasca kejatuhan, semua manusia adalah hamba dosa karena warisan ketidaktaatan Adam. Namun setelah dilahirkan oleh Allah, kita menjadi hamba Allah. Namun masih tetap dapat memilih melakukan dosa.

Seluruh sejarah dibahas melalui dua penjelasan:
Ketetapan sebelumnya dari Allah
Apa yang dipilih manusia

Allah tidak pernah absen atau tidak aktif ketika manusia melakukan sebuah tindakan, termasuk tindakan kejahatan. Allah bukanlah sumber dosa, bukanlah pencipta dosa. Manusialah penciptanya, manusialah sumber dosa, karena dosa keturunan oleh Adam. Namun meskipun begitu, Allah menopang, menciptakan, menyuruh, mengizinkan, bahkan menggerakkan orang lain untuk berbuat dosa tanpa Ia sendiri menjadi sumber dosa orang. Di bagian akhir bab ini, Talbot mengungkapkan begitu banyak kesedihan dan kekejaman yang terjadi, begitu banyak orang kejam hidup dan memperlakukan orang tidak sesuai dengan hak asasi manusia, tetapi di atas semuanya Allah yang menopang dan menetapkan hal tersebut. Semua adalah demi kebaikan kita. Talbot sendiri menunjukkan contoh-contoh penderitaan yang dialami oleh Raja Daud, Ayub, dan Rasul Paulus. Dia juga memberi kesaksian bahwa kedukaan begitu banyak terjadi di dunia ini, bahkan melebihi kelumpuhannya sendiri. Namun kedukaan yang manusia ketahui, itu bisa menjadi anugerah-anugerah Allah.

Talbot menegaskan bahwa di balik semua peristiwa terjadi, ada kebaikan Allah di dalamnya. Manusia sering kali tidak mempunyai jawaban untuk masalah besar yang dialami. Tugas kita ketika menghadapi masalah besar adalah tetap beriman kepada Allah, bahwa Allah merancangkan kebaikan, dan kita harus tetap memandang Yesus muka dan muka, barulah kita dapat melihat kemuliaan Allah yang besar.

Penderitaan Kristus dan Kedaulatan Allah – John Piper
Penderitaan memang ada di dunia ini dan manusia tidak perlu menyangkali eksistensinya. Seluruh alam semesta ini ada untuk menunjukkan kebesaran dan kemuliaan anugerah Allah. Piper mengatakan penderitaan merupakan bagian yang dapat mengungkapkan kebesaran Allah sepenuh-penuhnya dan merupakan jalinan alam semesta sehingga tenunan anugerah itu dapat dilihat sebagaimana adanya. Allah tidak mempunyai rencana B, Allah menunjukkan kebesaran Allah di atas Kalvari.

Bagian ini juga menekankan begitu besarnya peran penderitaan di dalam keselamatan manusia. Tanpa tahap penderitaan yang dialami Kristus, maka rencana keselamatan Allah tidak mungkin terjadi. Bagian akhir ditutup dengan alasan ultimat, kenapa harus ada penderitaan. Alasan ada penderitaan dalam alam semesta ini adalah supaya Kristus dapat memamerkan kebesaran kemuliaan anugerah Allah dengan menderita dalam diri-Nya sendiri untuk mengatasi penderitaan kita dan mendatangkan pujian bagi kemuliaan anugerah Allah.

Mengapa Allah Menentukan Penderitaan untuk Hamba-hamba-Nya – John Piper
Dalam bab ini Piper menyebutkan enam alasan, mengapa Gereja dan hamba-Nya berlangsung melalui penderitaan.
Penderitaan memperdalam iman dan kekudusan. Dia menghajar kita, demi kebaikan kita. Allah Bapa pun memberikan penderitaan kepada Kristus, bukan dari tidak taat jadi taat, melainkan dari taat menjadi semakin taat. Inilah proses penderitaan, membuat orang taat. Penderitaan membuat iman orang meningkat.
Penderitaan membuat cawan kita bertambah isinya. Menanggung penderitaan dengan sabar akan memberikan upah pengalaman kita dengan Allah meningkat.
Penderitaan adalah harga yang membuat orang menjadi berani. Kematian dan penderitaan para misionaris, membangkitkan keberanian orang Kristen lainnya.
Penderitaan menggenapkan apa yang kurang pada penderitaan Kristus. Penderitaan Kristus di atas salib tidak dialami oleh Gereja Tuhan. Inilah yang kurang.
Penderitaan mempertegas perintah misioner untuk pergi.
Penderitaan menyatakan supremasi Kristus. Bagaimana bahwa penderitaan dapat memunculkan sukacita akan kemuliaan Kristus. Dan kita tidak perlu merasa sedih ketika menderita, di dalam penderitaan juga ada sukacita sorgawi.

Kedaulatan, Penderitaan, dan Pekerjaan Misi – Stephen F. Saint
Saint menjelaskan bahwa penderitaan adalah hal yang relatif, sama dengan kekayaan. Belum tentu hal yang dianggap penderitaan ataupun kekayaan bagi orang lain, dianggap sama dengan orang yang lain.

Ada beberapa alasan penderitaan:
Hukuman atas dosa yang sudah dilakukan
Pertunjukan kuasa Allah
Membangun watak yang tekun dan kuat
Membuat manusia rendah hati

Dua penderitaan yang menyakitkan yang dialami Saint adalah: pertama, ayahnya meninggal waktu dia berumur lima tahun. Saint merupakan salah satu anak dari lima misionaris yang mati martir di pulau Amazon demi mengabarkan Injil kepada suku Waodani. Ketika menyadari seluruh kehidupannya, Saint mengambil kesimpulan bahwa kematian ayahnya sendiri merupakan rencana Allah. Allah yang sudah merencanakan kematian Anak-Nya sendiri, bagaimana mungkin Allah tidak merencanakan kematian anak-anak-Nya yang lain. Kedua, Saint menyadari bahwa Allah juga merencanakan kematian putrinya.

Kedaulatan Allah dan Penderitaan Berdasarkan Etnik – Carl Ellis, Jr.
Pertama, Allah memberikan kepada manusia kovenan kerja, yaitu apabila taat pada Allah kita akan mendapatkan berkat dari Allah. Ketika tidak taat, kita akan berada di bawah kutuk. Ketika manusia berdosa, kita sudah menerima kutuk, tapi Allah menahannya dengan memberikan kovenan keselamatan. Kovenan ini menjadi solusi manusia diselamatkan dari kutuk karena pelanggaran kita. Kovenan ini belum kita terima seutuhnya.

Masalah pertama yang timbul bagi manusia saat kejatuhan adalah perebutan kekuasaan, saling dominasi yang menimbulkan perselisihan. Manifestasi pertamanya terlihat dalam pernikahan. Perempuan ingin menguasai laki-laki. Dan muncul ke masyarakat yang berbeda secara etnik, budaya, dan bahasa. Hal ini menghasilkan ketidaksetaraan dan perebutan kekuasaan di antara mereka. Masalah kedua adalah penganiayaan karena terjadinya permusuhan antara keturunan perempuan dan keturunan laki-laki.

Anugerah Allah dan Penderitaan Anda – David Powlison
Powlison mengajak pembaca untuk benar-benar mendapatkan solusi dari segala penderitaan yang sedang dialami. Bila pembaca tidak sungguh-sungguh mengerti penderitaannya, maka pembaca sangat sulit untuk mengerti bab ini.

Powlison mengatakan bahwa kebutuhan utama orang yang menderita adalah mendengarkan pembicaraan Allah dan mengalami Dia bekerja dengan sengaja. Orang yang menderita, harus melihat Allah dalam penderitaannya, dan mengerti bahwa Allah bekerja demi kebaikan mereka. Powlison memberikan penjelasan mengenai sebuah lagu himne yang ditujukan kepada orang yang menderita. Dia membahas kelima baitnya dengan rinci agar orang yang menderita dikuatkan, dan terus mengalami pertumbuhan iman.

Menantikan Pagi selama Malam Panjang Tangisan – Dustin Shramek
Shramek menjelaskan betapa pentingnya sebuah theologi yang baik. Ketika memiliki theologi yang baik, kita mampu melewati penderitaan dengan baik. Dia punya dua harapan yaitu bagi mereka yang tidak mengalami penderitaan, belajar untuk memahami dalamnya rasa sakit orang yang menderita. Dengan demikian, mereka bisa menangis bersama orang yang menangis. Kedua, bagi mereka yang sedang berada di tengah penderitaan yang mengerikan, biarlah tetap melihat bahwa Allah tidak meninggalkan mereka. Dia siap sedia menjadi tali penolong kepada kita yang sedang di dalam liang.

Dia memulai membahas Mazmur 88 di mana di dalam mazmur itu seolah-olah Tuhan tidak memberikan jawaban, Tuhan menjauh, Tuhan menghilang ketika penulis mazmur sedang mengalami penderitaan yang berat. Secara intelektual kita dapat mengetahui bahwa Allah tidak mungkin meninggalkan umat-Nya, tidak lupa beranugerah. Namun ada saat-saat di mana manusia merasakan Allah begitu jauh karena rasa sakit yang begitu dalam sehingga kebenaran dalam otak kita kelihatannya tidak menembus kegelapan yang menyelimuti hati kita.
Shramek memberi kesaksian yang memedihkan mengenai keluarganya sendiri, bahwa anak yang baru saja dilahirkan, akhirnya meninggal setelah 20 menit. Bagi mereka itu merupakan penderitaan yang sangat besar yang membuat mereka bertanya kenapa Allah mengizinkan hal itu dan apa tujuan Allah dalam peristiwa tersebut. Namun mereka senantiasa dikuatkan oleh firman Allah, dan menyadari bahwa Allah adalah Allah yang sejati dan beserta dengan mereka ketika mereka dalam penderitaan.

Pengharapan, Hal yang Terbaik – Joni Eareckson Tada
Tada menjelaskan mengenai pengharapan adalah sebuah hal yang sangat penting, tapi sulit untuk dijumpai. Dia menceritakan mengenai keberadaan dirinya yang penuh dengan penderitaan saat badannya mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kelumpuhan. Di dalam perawatan, dia hanya bisa mengeluh kenapa Tuhan mengizinkan dia mengalami hal yang sulit ketika imannya masih baru bertumbuh. Dalam menghadapi penderitaan, dia pernah goncang dan imannya lemah. Namun di atas semua itu, dia belajar mengenal Allah dan kembali bangkit sebab Tuhan yang menguatkannya.

Nathanael Marvin Santino


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.