Seri Biografi Misionaris: John Eliot

Rasul Bagi Orang Indian

John Eliot lahir 05 Agustus 1604. Dia dipengaruhi sosok ayah yang penuh energi dan ambisi. Ayahnya adalah seorang petani yang memiliki beberapa tanah di Inggris, dan memiliki karakter yang suka bekerja. Apa yang dimilikinya dikerjakannya baik-baik, mulai dari rumah, pembajak sawah, ternak, keluarga, dll. Masa kecil Eliot tidak banyak diketahui, tetapi dapat disimpulkan bahwa sejak kecil Eliot dibawa ke gereja oleh orangtuanya dan diberi katekisasi yang ketat. Keluarganya menganut pandangan Puritan, sehingga untuk masalah Firman Tuhan, mereka ingin ditangani oleh orang-orang yang berpendidikan tinggi dan saleh yang mengkhotbahkan Injil mengenai iman dan pertobatan kepada Kristus. Eliot dididik di dalam keluarga yang saleh, yang senantiasa menelusuri Firman melalui akal budi. Membaca Firman Allah, mencari wajah Allah dalam doa, dan memerhatikan kesehatan jiwa masing-masing anggota keluarga adalah hal yang diketahui Eliot sejak kecil.

Pada usia 15 tahun, dia memasuki Universitas Cambridge (Jesus College) dan mendaftar kuliah 4 tahun untuk mendapat gelar Bachelor of Arts. Di universitas, Eliot tidak menyia-nyiakan waktu yang ada. Dia senantiasa belajar dan terus belajar. Bahkan ketika malam tiba, dia terus belajar. Hal ini terlihat jelas ketika tagihan lilinnya lebih besar dibandingkan para mahasiswa lainnya. Para pemuda-pemudi di universitas banyak bercakap-cakap tentang agama pada jam-jam istirahat mereka karena itu merupakan topik pembicaraan yang langsung dan menjadi perhatian praktis di Inggris pada masa itu. Di sinilah para mahasiswa dibentuk yaitu dengan sistem yang memacu pertanyaan-pertanyaan dan debat, komentar dan bantahan. Andai iman Eliot tidak didasarkan pada Firman Tuhan, ia bisa tersesat dalam intelektualnya. Tetapi Eliot percaya pada kitab sucinya sepenuh hati. Dia terus belajar. Dia juga sangat tertarik dengan bahasa Ibrani dan Yunani. Eliot lulus memperoleh gelar Bachelor of Arts pada usia 18 tahun.

Pada usia 27 tahun, Eliot memulai kariernya untuk pergi mengabarkan Injil di benua Amerika. Pada 16 Agustus 1631, Eliot berlayar menggunakan kapal Lyon berbobot 250 ton bersama tunangannya yang mau melayani bersama Eliot. Di dalam perjalanan misionaris ini, Eliot diberitahu bahwa ketika mereka di sana, mereka bukan hanya menghadapi bahaya-bahaya dari alam, tetapi juga tukang-tukang sihir dan praktik-praktik aneh dari penduduk asli berkulit merah yang berkeliaran di hutan. Orang-orang primitif tersebut disebut sebagai “makhluk yang belum dirusak oleh peradaban… di negeri alam bebas.” Orang-orang Indian ini benar-benar hidup luar biasa minim. Berpakaian minim, tinggal di gubuk kubah atau silinder yang terbuat dari kulit pohon dan rumput, dan menggantungkan makanan, pakaian, serta kebutuhan hidup lainnya dari perburuan mereka. Perburuan merupakan pekerjaan penuh waktu dari setiap anggota keluarga laki-laki tiap suku. Hal yang menyedihkan dari orang Indian asli ini adalah mereka sangat sedikit sekali memikirkan kehidupan setelah kematian dan tidak mendasarkan etika mereka pada agama mereka. Prinsip moral tidak tajam dan mimpi-mimpi yang bertema pembicaraan dengan arwah adalah hal sehari-hari yang terjadi. Mereka memiliki agama yang praktis, yaitu agama yang menunjang hidup masa kini saja. Eliot sampai di tempat tujuannya, dan bertemu dengan orang-orang Indian pertama kali, dia sadar bahwa orang-orang ini betapa jauh berbeda dengan perguruan tinggi di Cambridge.

Eliot menjadi pendeta pertama Congregational Church di Roxbury, sebuah distrik dari Boston. Dia menikah di sana dan melayani di tengah-tengah orang yang dicintainya, dan pada November 1632, ia bertugas secara resmi di sana sampai hari ia meninggal. Bukan hanya itu, Eliot juga sangat peduli terhadap keadilan rakyat. Eliot menulis beberapa petisi yang masih tersimpan dalam perpustakaan. Eliot bukan hanya menjadi orang yang saleh dalam tugas religiusnya, tetapi juga sangat memerhatikan ketidakdilan sosial, hak-hak hukum, fasilitas hukum, dan kondisi kerja yang ada. Bagi John Eliot, khotbah dan praktik adalah dua sisi dari satu mata uang yang sama. Penulis biografi berkomentar tentangnya, “Ia menyatukan kesalehan yang sungguh-sungguh dan kecintaan untuk belajar menjadi semangat yang menyala-nyala untuk penginjilan, di mana kualitas-kualitas ini ditempa dengan kebijaksanaan yang matang dan akal sehat yang tajam. Eliot benar-benar tipe orang kudus, tanpa fanatisme, kesombongan rohani / ambisi.”

Salah satu yang dikerjakan Eliot selain berkhotbah dan menggembalakan jemaat adalah penerjemahan sebuah lagu dari naskah asli Ibrani ke versi bahasa Inggris. Tujuannya adalah “mengajarkan firman Allah dalam nyanyian, dan bukan merangsang telinga dengan irama yang manis.” Pada tahun 1644, studi Eliot mengalami perubahan yaitu memulai belajar bahasa Indian dialek Algonquin di Massachussetts. Dia menghasilkan sebuah buku yang menolong pelajar-pelajar seperti Eliot (Key Into the Langauge of America). Dia melakukan hal tersebut untuk dapat mengabarkan Injil kepada orang Indian. Ia ingin agar mereka dapat mendengar dan menerima janji Tuhan yang mulia, karena Eliot percaya bahwa “Injil harus diberitakan kepada tiap makhluk di bawah kolong langit ini.” Apabila Eliot bertemu dengan orang berdialek Algonquin, maka dia langsung memberitakan Injil dalam bahasa itu. Tipikal Eliot adalah ketika sudah memutuskan sesuatu di bawah pimpinan Allah, maka dia tidak akan pernah berhenti menggunakan talenta yang telah diperolehnya – sebuah talenta Pentakosta yang sebenarnya. Eliot belajar bahasa ini pada waktu umur 40 tahun. Dia perlahan-lahan menerjemahkan 10 Hukum Taurat, Doa Bapa Kami, dll.

Suku Algonquin adalah suku Indian yang paling luas tersebar di benua Amerika dan paling tidak suka perang. Kehidupan mereka adalah nomadis, berpindah-pindah sesuka hati mereka dalam wilayah suku mereka, mendirikan benteng mereka yang sederhana untuk satu masa, perahu kecil berbentuk tong dan tenda dari kulit kayu / kulit binatang, dan menanami lahan-lahan mereka yang primitif. Akan tetapi, kedatangan orang Inggris kulit putih menyebabkan mereka kesulitan melakukan hal semua itu. Wilayah mereka semakin sempit, perburuan juga semakin sedikit, sebab orang Inggris menggunakan senjata api untuk berburu. Mereka harus pindah ke tempat lain karena kurangnya binatang buruan, tanah yang mereka miliki tidak subur atau mencari ikan yang semakin jarang. Perasaan dikalahkan, dijajah, dan minder akibat orang kulit putih yang semakin lama semakin jaya dan kekayaannya semakin banyak, tidak terhindarkan. Mereka pun jadi terlibat dalam pengadilan Kolonial sehingga menimbulkan jarak dan kebencian antara suku Indian dan orang kulit putih. Tidak sedikit penganiayaan fisik terjadi pada suku Indian. Lama-kelamaan, orang Indian dendam kepada orang kulit putih. Eliot menghadapi orang-orang Indian seperti itu. Dibutuhkan keberanian, tujuan yang terfokus, kebijaksanaan, kesungguhan yang besar, dan kesabaran yang tiada batasnya untuk memenangkan orang-orang primitif ini bagi pengenalan akan Kristus.

Di akhir tahun 1646, dampak pelayanan John Eliot dan rekan-rekannya terlihat. Banyak traktat dibuat berdasarkan pengalaman Eliot, dan muncul butir-butir tentang perilaku pribadi maupun umum berjumlah 30 lebih. Seperti tidak boleh ada kegiatan ritual mistik, monogami harus jadi aturan, hari Tuhan harus diawasi dengan ketat, harus rapikan rambut seperti orang Inggris, tubuh tidak boleh diminyaki lagi, tidak boleh menjerit, tidak boleh berbaring bersama binatang, tidak boleh bunuh kutu dengan menggigitnya, dan harus mengetuk terlebih dahulu sebelum memasuki tenda. Beberapa Indian berpikir untuk mengubah kebiasaan orang-orang asli Indian, itu butuh 40 tahun. Tetapi Eliot bekerja keras, membawa dan menarik mereka untuk sama-sama mengenal Allah, dengan mengikuti apa yang diajarkan Eliot.

Ada masa-masa sulit di mana Eliot memperjuangkan hak para Indian untuk memiliki tanah secukupnya. Sebab peraturan Inggris mengatakan bahwa satu-satunya tanah yang atasnya orang Indian memiliki hak inheren adalah tanah di mana mereka menanami dan memakainya; tanah yang tidak dipakai adalah wilayah Publik. Eliot membaktikan dirinya kepada isu praktis bagaimana mendapatkan tanah bagi orang Indian tanpa kenal lelah. Karena itu merupakan hal yang sangat sulit bagi orang Indian yang sudah terbiasa hidup nomadis. Di samping itu juga, Eliot harus mengunjungi beberapa suku Indian tiap 2 minggu sekali, selama 40 tahun berikutnya untuk mengajar / berkhotbah, sampai tahun 1687 ia menyatakan dirinya terlalu lelah untuk pergi lebih dari dua bulan sekali pada usia 83. John Eliot memengaruhi ribuan orang Indian. Di sini Eliot mendapat bijaksana dari Tuhan untuk bisa mengabarkan Injil kepada orang-orang Indian. Salah satu hal lain yang dilakukan Eliot yaitu membuat orang Indian menjadi beradab dan mendirikan tembok-tembok di sekitar komunitasnya supaya mereka dapat menghidupi keberadaan yang lebih mantap dan kuat.  Dengan kata lain, selain Eliot membina kerohanian mereka, Eliot memerhatikan pendidikan orang Indian, memerhatikan lapangan pekerjaan orang Indian, memerhatikan masa depan mereka.

Pekerjaan Eliot yang lain, yang membuat namanya dikenang oleh orang-orang Indian sepanjang masa adalah keberhasilannya membuat terjemahan Alkitab dari Inggris ke Indian dicetak. Meskipun Eliot bukanlah misionaris pertama ke suku Indian, dia juga bukan penggagas pertama untuk mencetak buku bagi orang Indian, tetapi Eliot yang berhasil membuat proyek itu menjadi nyata. Eliot membujuk New England Company untuk membiayai penerbitan-penerbitan dalam bahasa Indian, karena itu sangat penting bagi perkembangan rohani orang-orang Indian di masa depan. Eliot bukan hanya pemimpi, tetapi juga pelaksana. Eliot menerjemahan buku katekisasi dalam bahasa Algonquin, dan menjadi buku pertama yang pernah dicetak dan beredar di New England. Bukan hanya itu, Eliot menjadi salah satu tokoh penting bagaimana Alkitab Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru boleh dicetak dalam bahasa Algonquin. Sungguh kepercayaan yang besar Tuhan berikan padanya.

Semasa akhir hidup pelayanannya bagi orang Indian, Eliot sadar bahwa rohani mereka perlu dipelihara turun-temurun. Eliot menghabiskan waktu begitu banyak untuk soal literatur. Selain menerjemahkan buku katekisasi, Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, Eliot juga meminta izin Richard Baxter untuk menerjemahkan buku Call to the Unconverted ke bahasa Indian, menerjemahkan Practice of Piety karya Lewis Bayly, The Sincere Convert karya Thomas Shepard, dll. Dalam masa akhir hidupnya, Eliot melakukan hal yang mirip dengan yang dilakukan ayahnya agar Eliot dapat sekolah di Cambridge yaitu hibah lahan sebesar 3.200 m2 dipersembahkan untuk memelihara, mendukung, dan memajukan sebuah sekolah dengan kepala sekolah di bagian Roxbury, untuk mengajar dan melatih bagian dari kota itu (termasuk orang Indian ataupun orang Negro). Hal ini menunjukkan bahwa Eliot begitu mengerti dan sensitif terhadap orang-orang yang serba kekurangan, sangat ingin mendidik orang dalam pelajaran yang benar, dan menanggulangi masalah sosial yang sedang berkembang pada saat itu.

Pelayanan dan karya-karya penerjemahannya akan dikenang oleh orang Indian sepanjang masa. Eliot juga menjadi salah satu pendeta terbaik yang pernah hidup di kota dan daerah sekitar Boston pada waktu itu. Atas seluruh hidupnya yang dia serahkan selama 40 tahun bagi orang Indian, Eliot diberi gelar sebagai Rasul Indian. Eliot telah memainkan peran yang sangat diperlukan di dalam petualangan besar dari misi Indian ini. Kiranya teladan kesetiaan dan belas kasihan Eliot dapat menyebar di dalam setiap kehidupan orang Kristen dan kiranya kerajaan Kristus semakin meluas ke segala suku dan segala tempat!

***

Catatan:

  • Eliot meninggal pada usia 85 tahun. Dari seorang istri dan keenam orang anaknya, 5 laki-laki dan 1 perempuan, hanya 1 yang masih hidup ketika Eliot meninggal. Eliot mengalami 6 kematian orang-orang yang dikasihinya selama menjadi misionaris bagi suku Indian.
  • Kata-kata sebelum kematiannya “Ada awan … sebuah awan gelap di atas karya Injil di antara orang Indian yang malang. Tuhan membangkitkan dan menghidupkan pekerjaan itu, dan mengizinkannya untuk hidup ketika saya sudah mati. Itu adalah sebuah Karya yang telah banyak saya kerjakan dan rindukan. Namun apakah Kata yang terakhir saya ucapkan? Saya ingat Kata itu. Pekerjaan Saya! Ah, itu tak berarti apa-apa dan remeh, dan merupakan pekerjaan yang kecil, dan saya adalah orang yang akan melempar batu pertama pada semua hal tersebut.” Ketekunan Eliot dalam mengabarkan Injil bagi orang Indian membuahkan hasil, bahkan setelah kematiannya.

Sumber: Neville B. Cryer; John Eliot – Rasul Bagi Orang Indian. Surabaya: Momentum