Pertobatan dari Berhala

Hakim-Hakim 6:1-11

Bagian ini diawali dengan penderitaan bangsa Israel. Ini adalah penderitaan keempat dalam kitab Hakim-Hakim. Hakim-Hakim 2 mencatat bahwa sebelumnya mereka pernah menderita dan Tuhan sudah mengutus Otniel. Setelah mereka hidup aman beberapa tahun, mereka menyembah berhala lagi dan Tuhan menyerahkan mereka ditindas raja Moab yaitu Eglon. Israel berseru kembali kepada Tuhan, lalu Tuhan mengutus hakim bernama Ehud untuk membebaskan mereka. Setelah mereka hidup aman, mereka menyembah berhala lagi. Hakim 6:1 mencatat, “Bangsa Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan.” Kalimat itu muncul berkali-kali dalam kitab ini. Israel menyembah berhala lagi dan Tuhan menyerahkan ke tangan Sisera. Raja Yabin dan Sisera sangat kejam. Mereka menindas bangsa Israel, mereka berteriak kepada Tuhan, lalu Tuhan membangkitkan hakim untuk melepaskan mereka, yaitu Debora dan Barak. Lalu Tuhan memberi keamanan negeri itu 40 tahun lamanya dan Israel menyembah berhala lagi.  Ini “kumat” yang keempat. Pada masa itu, Bangsa Israel mayoritas bercocok tanam dan mereka menyembah dewi kesuburan. Awalnya mereka tahu yang memberi keberhasilan panen itu Tuhan, tapi karena bergaul dengan orang Kanaan, akhirnya mereka ikut berhala orang Kanaan. Tuhan menyerahkan Israel ke bangsa Midian. Uniknya bangsa Midian tidak tertarik menguasai bangsa Israel (politik), tapi lebih suka eksploitasi ekonomi. Midian tidak menjajah, tapi mengambil hasil panen. Perlu diketahui bahwa penjajah tidak terlalu mengganggu kita, yang penting mereka diberi upeti. Kekejaman yang lebih menyakitkan dari penjajahan adalah perampokan / perampasan yang membuat kita melarat secara ekonomi. Ini akibat yang dialami oleh bangsa Israel setelah mereka “kumat” untuk ke-4 kalinya. Pada ayat 3 dicatat tiap kali orang Israel selesai panen, orang Midian dan Amalek, serta bangsa di sebelah Timur datang merampas hasil panen tersebut. Bangsa Midian, Amalek dan bangsa lain yang berada di sebelah timur itu sama-sama bangsa yang tinggal di padang gurun. Mereka tidak punya tanah untuk bertahan hidup sehingga mereka mencari makan dengan merampok.  Mereka tidak merampok sendirian dan mengajak sesama bangsa padang gurun. Matthew Henry mencatat kondisi bangsa Israel di zaman Gideon lebih menderita dari zaman sebelumnya. Dari 3 zaman sebelumnya, tidak pernah dicatat Israel melarat seperti di Hakim 6:6, kebanyakan dicatat dijajah. Tidak semua bangsa yang dijajah itu melarat, tapi kalau dirampok pasti melarat. Biasanya bangsa yang menjajah menginginkan bangsa yang dijajah itu bodoh supaya waktu mereka ambil, langsung diberi.

Alkitab mencatat Israel dibuat menjadi sangat rendah. Hakim 6:2b mencatat, “Karena takutnya kepada orang Midian itu, maka orang Israel membuat tempat perlindungan, yaitu gua-gua dan kubu-kubu.” Setelah mereka jatuh ke tangan Midian, mereka tidak berani lagi tinggal di rumah. Mereka mengungsi di pegunungan dan tinggal di 2 tempat, yang disebut dengan gua-gua dan kubu-kubu (bunker). Gua adalah lubang yang digali horisontal. Kubu adalah lubang yang digali vertikal. Tidak ada orang yang tinggal di gua dan di kubu, hanya hewan yang tinggal di sana. Namun karena orang Midian begitu kejamnya, maka bangsa Israel tidak bisa lagi tinggal di rumah. Mereka dibuat rendah sampai hidupnya seperti hewan. Mengapa Israel bisa menyedihkan seperti ini? Karena mereka sudah meninggalkan Tuhan. Mereka terus melakukan dosa yang sama (sampai 3 kali). Tuhan sudah marah 3 kali, sudah melepaskan 3 kali, tapi tetap buat dosa lagi. Dari pasal 2-5, kita belajar 2 hal. Pertama, kemarahan Tuhan. Kedua, kemurahan Tuhan. Setiap kali mereka melakukan dosa, Tuhan menyatakan 2 hal: kemarahan Tuhan, kemurahan Tuhan. Mereka tahu bahwa tiap kali mereka menyembah berhala, Tuhan marah. Dan mereka juga sudah melihat ketika Tuhan bertobat, Tuhan murah. Hakim 6:1 mencatat kata tetapi, namun dalam bahasa inggrisnya yaitu again. Kata tetapi ini mengandung arti, “Kamu sudah melihat Tuhan marah dan Tuhan murah, seharusnya tidak seperti itu. Orang yang sudah belajar tentang kemarahan Tuhan dan kemurahan Tuhan, seharusnya takut berbuat dosa. Memahami kemarahan Tuhan dan kemurahan Tuhan, mencegah kita berbuat dosa. Bagaimana Tuhan menghadapi dosa saudara? Dua hal. Dia menunjukkan kemarahan-Nya dan Dia juga menunjukkan kemurahan-Nya. Terkadang waktu kita menghadapi dosa seseorang, kita tidak pakai dua-duanya dan hanya pakai salah satu, yaitu kemarahan. Tapi Tuhan menghadapi dosa kita dengan dua: kemarahan dan kemurahan. Kalau saudara tahu Tuhan marah, apa saudara berani / nekad berbuat dosa? Kalau saudara tahu Tuhan murah, apa saudara tega berbuat dosa?

Hakim 2 dan 4 mencatat, “Dan orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan.” Kita tidak perlu menghina bangsa Israel dan menganggap mereka keterlaluan karena kita pun sama. Bangsa Israel hanya gambaran saudara dan saya. Kita tahu Tuhan marah dan Tuhan murah, tapi kita melakukan dosa yang sama. Tuhan marah dan memberi bangsa Israel ke Midian. Kali ini Tuhan menaikkan levelnya. Bangsa Midian lebih kejam dan tidak tertarik menguasai tanah mereka. Bangsa Midian lebih tertarik menguasai panennya mereka. Mereka menyembah berhala kesuburan, tapi berakhir dengan kemelaratan.

John Calvin mencatat hati manusia itu adalah pabrik berhala. Saudara mengatakan tidak menyembah berhala, tapi dari hati manusia, apapun bisa menjadi berhalanya manusia. Berhala adalah segala sesuatu di luar Allah yang kita jadikan tempat untuk mendapatkan apa yang hanya Allah dapat memberikannya. Kalau saudara menjadikan pernikahan untuk menjadi tempat saudara bahagia, maka pernikahan saudara sudah jadi berhala. Apakah salah mengharapkan kebahagiaan dari pernikahan? Salah, karena kebahagiaan hanya bisa diberikan oleh Allah. Jika saudara memberikan pernikahan beban yang hanya Allah yang bisa memikulnya, saudara akan memberikan pernikahan saudara beban yang tidak bisa dipikulnya. Bahagia itu bukan pernikahan, bahagia itu Allah. Demikian juga dengan istri atau anak atau karir. Berhala mahasiswa itu adalah gelar. Saudara memberi beban kepada gelar itu satu hal yang tidak bisa dilakukannya yaitu kepastian (certainty). Banyak mahasiswa mencari gelar dengan harapan gelar yang diraihnya dapat memberikan kepastian di masa depan padahal kita tahu bahwa hanya Tuhan Allah yang dapat memberikan kepastian masa depan. Padahal di dalam salah satu lagu pujian kita sering mendengar “Tangan Tuhan yang dipegang (karena kita tidak tahu hari esok)” tapi di dunia nyata kita memegang Ijazah untuk menjamin hari esok Ini yang kita sebut berhala dan apabila kita lihat lebih dalam lagi maka sebenarnya kita semua adalah calon-calon penyembah berhala. Kyle Idleman dalam bukunya Gods at War pernah mendaftarkan 10 hal yang dijadikan berhala di dalam dunia modern ini dan belum pernah ada di masa lampau. Daftar ini menunjukkan fakta bahwa sebenarnya di dunia modern inipun kita tidak lepas dari berhala sama sekali.

Apabila diperhatikan lebih jauh lagi, kita dapat melihat fakta bahwa penyembahan berhala yang dilakukan oleh manusia ujung-ujungnya akan berakir kepada kemelaratan. Bukan kemelaratan ekonomi melainkan kemelaratan rohani (Spiritual poverty). Hal ini dapat ditemukan pada masa kini dimana banyak orang yang terlihat berlimpah secara materi, atau memiliki karir dan tempat bekerja yang bagus namun melarat secara rohani (poor in spirit). Akan tetapi, di satu sisi ada orang yang melarat secara materi namun berlimpah secara rohani. Lalu di manakah kita berada saat ini? Ketika Bangsa Israel menyembah Baal, dewa kesuburan, yang mereka temukan justru kemelaratan. Mengapa hal ini terjadi? Karena berhala tidak akan pernah bisa memenuhi janji-janjinya. Saat kita mulai mengandalkan satu hal untuk dapat memberikan apa yang kita minta padahal sejatinya hanya Allah yang dapat memberinya, maka percayalah hal tersebut tidak akan pernah didapatkan. Kita memberikan hal itu beban yang tidak bisa dipikulnya. Berhala tidak akan pernah memenuhi janjinya. Contoh lain dari keberhalaan yang pernah saya temukan pada pemuda dewasa ini adalah kebanyakan dari mereka mencoba mencari pasangan untuk mendapatkan kelengkapan (fullfilment) dan ini salah karena kita semua tahu bahwa hanya Allah yang dapat memberikan kelengkapan tersebut. Justru apabila kita mulai mencari kelengkapan (complete) dari pasangan, seiring waktu berjalan yang ditemukan hanya kerumitan (complicated) saja. Di Amerika, sejak tahun 1970-an, mereka mengalami suatu gerakan yang disebut Sexual Revolution. Inti dari gerakan tersebut adalah mereka ingin membuat seks tidak menjadi hal yang tabu lagi dan hal ini yang mendasari gerakan seks bebas (free sex). Gerakan ini didasari pemahaman bahwa manusia yang tidak dapat mengekspresikan dirinya secara lepas tidak akan pernah menjadi manusia yang utuh. Di sini kita dapat melihat bahwa paham yang dianut oleh mereka adalah Juruselamat umat manusia untuk menjadikan manusia utuh adalah Sexual Revolution. Namun setelah revolusi ini berjalan justru ditemukan bahwa manusia bukannya menjadi semakin utuh melainkan menjadi semakin kesepian. Ketika saya membaca sebuah artikel yang membahas tentang kegagalan gerakan tersebut sekali lagi saya menemukan bukti bahwa berhala tidak akan bisa memenuhi janjinya. Hal ini juga berlaku bagi kita. Jangan pernah menjanjikan apa yang tidak mungkin bisa kita penuhi dan juga jangan berharap dari pasangan ataupun anak akan apa yang tidak mungkin dipenuhinya karena memang Allah tidak membuat mereka untuk hal tersebut. Ketika kita mulai mengandalkan berhala, yang kita temukan hanyalah kemelaratan rohani. Namun, ada kabar baik bagi kita semua yang mengalami kemelaratan rohani yaitu Tuhan Allah sendiri datang untuk mengangkat kita dari kemelaratan rohani tersebut.

Pada ayat selanjutnya setelah Bangsa Israel mengalami kemelaratan akibat dari mengikut berhala, dinyatakan bahwa bangsa ini berteriak kepada Tuhan. Ini bukan pertama kali berteriak setelah mereka mengikut berhala. Ini adalah keempat kalinya pola yang sama terjadi. Teriakan ini bukanlah teriakan pertobatan (repent) melainkan teriakan penyesalan (regret) dan perlu digarisbawahi bahwa regret is not repent (penyesalan bukanlah pertobatan). Teriakan mereka terjadi ketika mereka merasa kapok akibat dari kesalahan yang mereka buat sendiri dan tidak sama dengan pertobatan. Teriakan karena kapok akibat kesalahan sendiri adalah penyesalan sedangkan teriakan pertobatan terjadi sebelum kita merasakan akibat dari dosa kita sendiri. Teriakan seperti ini sudah menjadi pola yang berulang bagi Bangsa Israel hingga kejadian ini dicatatkan sebagai kejadian keempat. Sehingga kita dapat perhatikan bahwa ciri bangsa ini sama dengan ciri-ciri yang dimiliki orang berdosa pada umumnya yaitu cepat untuk berteriak namun lambat untuk bertobat. Ketika diminta untuk taat, kita lambatnya bukan main namun setelah kena batunya langsung menjerit. Hal ini bisa dianalogikan seperti panic button bagi orang Kristen yang tidak akan ditekan sampai suatu saat kita kena batunya. Lalu apa beda pertobatan dengan penyesalan? Timothy Keller menjelaskan bahwa penyesalan adalah bentuk dukacita akan dampak dari dosa namun bukan atas dosa itu sendiri. Jadi ketika bangsa Israel berteriak kepada Tuhan pada masa itu, yang mereka sesali adalah keadaan yang mereka alami akibat dari dosa itu bukan dosa yang telah mereka lakukan. Kalimat umum yang biasanya diucapkan orang-orang yang berteriak penyesalan adalah “Kalau dulu aku tidak begitu maka pasti aku tidak akan seperti sekarang ini.” Mereka bukan menyesali kata “begitu” nya namun yang disesali adalah keadaan mereka sekarang ini. Menyesali akibatnya, bukan penyebabnya. Sedangkan orang yang bertobat, tidak akan mempermasalahkan keadaan yang mereka alami melainkan perbuatan mereka yang salah. Tuhan tidak membutuhkan penyesalan kita namun meminta pertobatan kita lepas dari dosa. Penyesalan tidak menyelesaikan dosa-dosa kita. Andai penyesalan mampu menyelesaikan dosa-dosa kita maka Yesus tidak perlu mati di atas kayu salib. Namun, dosa saudara diselesaikan dengan kematian Yesus di atas kayu salib lalu meminta kita bertobat menyesali dosa kita. Oleh karena itu, kita tidak boleh menghadapi dosa kita dengan sikap menyesal namun justru kita harus mengambil sikap bertobat.

Jadi pada bagian ini, Tuhan tahu bahwa umat Israel tidak bertobat dari dosanya melainkan hanya menyesal akan keadaan mereka. Oleh karena itu, respons Tuhan akan teriakan mereka berbeda dari yang biasanya dimana ketika umat Israel berteriak, Tuhan mengirimkan hakim kepada mereka untuk membantu menyelesaikan permasalahan mereka. Namun, kali ini Tuhan mula-mula mengirimkan nabi-Nya. Kenapa? Karena Tuhan tidak mau dipermainkan dan bangsa ini sudah terbiasa dengan pola yang sama dimana ketika bangsa Israel mengalami kesusahan, mereka akan berteriak dan kemudian Tuhan mengirimkan hakim kepada mereka. Namun, kali ini Tuhan mengirimkan nabi kepada mereka. Lalu apa yang nabi ini lakukan? Ketika nabi ini datang, nabi ini membawa Firman Tuhan yang menunjukkan kepada umat Israel kesetiaan Tuhan kepada mereka mulai dari menuntun mereka keluar dari Mesir, keluar dari perbudakan, dan bahkan menyatakan perbuatan-Nya yang besar di hadapan mereka hingga saat ini. Di masa lampau Tuhan telah berfirman kepada mereka untuk tidak menyembah apapun dan siapapun selain Tuhan Allah, namun bangsa ini degil hati untuk dapat taat kepada Firman Tuhan dan justru menyembah berhala. Nabi ini menunjukkan kebusukan dan ketidaktaatan mereka kepada Tuhan Allah. Mereka tidak mendengarkan FirmanNya. Saudara-saudara sekalian, Tuhan tidak akan pernah mau membereskan masalah kita sebelum kita menyadari kesalahan kita. Kenapa? Agar kita tidak terbiasa mendapatkan solusi begitu saja tanpa tahu akar permasalahannya ada di dalam kita sendiri. Hal ini yang dilakukan oleh Tuhan Allah pada bacaan ini, pada saat bangsa Israel berteriak lagi kepada Tuhan untuk keempat kalinya. Tuhan ingin menunjukkan bahwa yang salah itu adalah bangsa ini sendiri dan mengajari mereka untuk sadar akan kesalahan mereka dan bertobat. Berteriak menyesal itu mudah namun bertobat itu sulitnya bukan main.

Pada bacaan selanjutnya kemudian ditunjukkan setelah Tuhan mengirimkan nabi-Nya, belum sempat orang Israel bertobat, Tuhan dengan murah hati mengirimkan hakim kepada mereka. Indah sekali. Tuhan ingin kita bertobat dari dosa-dosa kita namun Allah tidak menunggu pertobatan kita langsung mengirimkan penyelamat untuk menyelamatkan kita. Timothy Keller mengatakan bahwa Allah menyelamatkan kita bukan karena kita bertobat melainkan kita bertobat karena Allah menyelamatkan kita. Anugerah Allah selalu mendahului respons manusia.

Oleh karena itu adakah alasan kita untuk tidak bertobat? Adakah dari kita yang tidak membutuhkan pertobatan? Tidak ada. Pertobatan itu bukan urusan sekali seumur hidup melainkan pertobatan itu adalah urusan seumur hidup. Setiap hari kita bertobat. Tidak ada orang percaya bebas dari pertobatan. Setiap dari kita butuh pertobatan karena kita telah diselamatkan terlebih dahulu oleh kematian Kristus di atas kayu salib. Mari kita melihat ke dalam kehidupan kita masing-masing dosa apa yang masih melekat kepada kita dan mari kita meninggalkan dosa itu karena Kristus sudah mati bagi kita. Jangan hanya menyesal karena menyesal tidak menyelesaikan masalah, pertobatan yang mampu menyelesaikan masalah. Anugrah Tuhan yang memampukan kita untuk bertobat. Sebagai penutup saya ingin mengajak kita melihat kedalam hati kita masing-masing, apa berhala kita? Apabila masih ada segera tinggalkan berhala itu dan bertobat karena Tuhan telah memampukan kita lepas dari hal itu dengan mati di atas kayu salib bagi kita. Jangan menghadapi dosa dengan penyesalan tapi hadapi dosa dengan pertobatan. Tuhan tidak mau kita terus-terusan menangisi dosa kita dan akibatnya. Tuhan menginginkan kita bangun dan berjalan berbalik menjauh dari dosa kita (metanoia). Masa lalu tidak kita ubah namun Anugerah Tuhan menjamin masa depan kita.