Perhatikan Keadaanmu

Hagai 1

Kalimat pertama dari Kitab Hagai adalah sebuah teguran. Tuhan berkata kepada bangsa Yehuda di ayat 2, “Bangsa ini”, sebuah nada teguran. Bangsa Yehuda adalah umat Tuhan, yang sejak dari zaman perjanjian lama disebut anak-anak Tuhan. Sebelum ada sebutan anak Tuhan untuk orang Kristen, Tuhan sudah menyebut orang Yehuda sebagai anak-Nya. Ketika Tuhan akan melepaskan bangsa Israel dari Mesir, Tuhan berkata kepada Firaun “lepaskan anak-Ku”. Tapi anehnya, di bagian ini kita menemukan kalau Tuhan menegur bangsa-Nya, anak-Nya sendiri. Ketika kita marah kepada anak kita, kita tidak berkata “anak kita”, tetapi kita berkata “anak ini.” Demikian juga ketika Tuhan menegur bangsa Yehuda, Tuhan memanggil mereka dengan sebutan “bangsa ini.” Mengapa Tuhan menegur bangsa Yehuda? Apakah Tuhan marah tanpa alasan? Tentu saja tidak. Tuhan tidak pernah marah tanpa alasan. Tuhan itu bukan orang yang baperan, bukan orang yang mudah berganti mood. Dalam konteks kitab Hagai, bangsa Yehuda baru pulang dari pembuangan. Bangsa Yehuda dibuang di Babel selama 70 tahun, kemudian mereka dipulangkan ke tanah perjanjian mereka, Yerusalem. Lantas mengapa Tuhan menegur bangsa Yehuda? Alasannya adalah karena mereka mengabaikan pembangunan kembali Bait Suci. Perhatikan perkaatan Tuhan di Hagai 1:4: “Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang rumah ini tetap menjadi reruntuhan?” Kemudian ayat 9b: “Oleh karena apa? demikianlah firman TUHAN semesta alam. Oleh karena rumah-Ku yang tetap menjadi reruntuhan, sedang kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri.”

Kalau kita membandingkan Hagai 1 dengan 2 Tawarikh, mari kita lihat 2 Tawarikh 36:22, “Pada tahun pertama zaman Koresh, raja negeri Persia, Tuhan menggerakkan hati Koresh, raja Persia itu untuk menggenapkan firman yang diucapkan oleh Yeremia, sehingga disiarkan di seluruh kerajaan Koresh secara lisan dan tulisan pengumuman ini.” Ayat 23 ,”Beginilah perintah Koresh, raja Persia: Segala kerajaan di bumi telah dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Allah semesta langit, Ia menugaskan aku untuk mendirikan rumah bagi-Nya di Yerusalem, yang terletak di Yehuda. Siapa di antara kamu termasuk umat-Nya, Tuhan, Allahnya, menyertainya, dan biarlah ia pulang!” Jelas sekali dari bagian ini, siapa yang memulangkan bangsa Yehuda, bukan Koresh, tapi Tuhan. Menurut 2 Tawarikh bangsa Yehuda dipulangkan oleh Allah sendiri, Koresh hanya menjadi alat. Tuhan menggerakkan hati Koresh untuk menggenapkan Firman yang telah disampaikan melalui Yeremia. Sebelum Bangsa Yehuda dibuang ke Babel Tuhan juga sudah berfirman kepada nabi Yeremia bahwa pembuangan ini hanya akan berlangsung selama 70 tahun. Tetapi menariknya, ketika mereka dibuang ke Babel mereka sangat bersusah tetapi ketika sudah 70 tahun di Babel mereka malah sudah nyaman berada di sana. Pada zaman itu sudah ada Daniel di istana Babel, ada Ester di istana Ahasyweros. Hidup mereka tidak terlalu buruk maka setelah 70 tahun berlalu mereka lupa untuk pulang. Mereka tidak ingin pulang sampai Tuhan yang mengingatkan untuk pulang dengan menggerakkan raja Koresh. Allah berdaulat atas Koresh, dan Koresh hanyalah tiang di tangan Tuhan untuk menggerakkan Firman-Nya. Tetapi pertanyaan yang lebih penting adalah, untuk apa mereka dipulangkan? Di 2 Tawarikh 36 jelas sekali disebutkan bahwa agendanya adalah membangun kembali Bait Allah. Mereka dipulangkan untuk sebuah misi, rencana. Menggenapkan sebuah agenda yang bukan agenda pribadi, tetapi agenda Allah.

Hal pertama yang Dia perintahkan kepada bangsa Israel ketika keluar dari Mesir adalah membangun kemah suci. Kitab Keluaran tidak berakhir dengan lepasnya bangsa Israel dari Firaun, tetapi berakhir dengan berdirinya Kemah Suci. Perintah ini langsung diberikan dan Tuhan tidak menunggu sampai mereka sampai di tanah perjanjian. Bait Allah di kemah suci ini portable, bisa dipindah-pindah, yang kita sebut tabernakel. Bisa bayangkan betapa repotnya menjadi bangsa Israel di padang gurun. Mereka harus mengikuti tiang awan dan harus membongkar pasang kemah suci sesuai dengan tuntunan Tuhan. Ini adalah pekerjaan yang sungguh sulit tetapi Tuhan mengatakan kepada bangsa Israel untuk melakukannya, karena tabernakel adalah rumah Tuhan di padang gurun. Pada zaman Salomo, Tuhan membangun Bait Suci, dan pada zaman Nebukadnezar Bait Suci itu dihancurkan. Di Daniel 1 sangat jelas dikatakan bahwa Nebukadnezar menyerang Yerusalem dan membakar Bait Suci Salomo. Bait Suci sangat penting bagi Tuhan karena Bait Suci adalah representasi Allah di dalam dunia. Allah itu Mahahadir, tetapi Bait Suci adalah satu-satunya tempat yang bisa mewakili Allah di perjanjian lama, ibarat kedutaan besar Allah di dunia. Maka jika diperhatikan, Bait Suci pada zaman Salomo ditentukan di Sion, yang adalah tempat tertinggi di Palestina, dibangun dengan bahan-bahan yang terbaik. Selanjutnya sejarah kerajaan Israel pernah pecah menjadi dua, yang kerajaan Utara (disebut Israel) dan kerajaan Selatan (disebut Yehuda). Kerajaan Israel lebih dulu hancur ketika diserang oleh Syria namun menariknya 100 tahun kemudian baru kerajaan Yehuda hancur oleh Babel. Dalam perjalanan sejarah Asyur menyerang bangsa Israel dan menghancurkan kerajaan itu tapi Asyur tidak berhasil menghancurkan bangsa Yehuda dan bangsa Yehuda bertahan sampai 100 tahun kemudian. Mengapa kerajaan Yehuda bisa bertahan lebih lama? Karena disitu masih ada Bait Allah. Hal lain yang menarik adalah kerajaan Israel berganti banyak dinasti raja, namun kerajaan Yehuda tidak pernah berganti ke dinasti yang baru karena selalu dipimpin oleh raja dari dinasti Daud. Mengapa kerajaan Yehuda bisa bertahan dengan satu dinasti sampai hancur? Juga karena di dalam kerajaan itu ada Bait Allah. Maka jika kita perhatikan sebelum Babel menghancurkan Yehuda, Yehezkiel melihat satu pemandangan yaitu Bait Allah. Dia melihat Allah terangkat dari Bait-Nya, naik di atas kereta beroda lalu meninggalkan Bait Suci tersebut, seolah Tuhan sedang packing. Sebelum Babel menghancurkan Yehuda, Yehezkiel melihat Bait Allah ditinggalkan oleh Allah dan sejak hari itu dia tahu bahwa usia kerajaan Yehuda tidak akan lama lagi, karena setelah Allah meninggalkan bait-Nya, Bait Allah bukan apa-apa lagi. Bait Allah adalah jantung eksistensi kerajaan Yehuda, maka sebelum mereka pulang, Tuhan mengatakan kepada mereka untuk membangun kembali Bait Allah.

Bangsa Yehuda mendapatkan sebuah kepercayaan yang sangat besar untuk membangun kembali jantung keberadaan Allah, yaitu Bait Suci yang sudah dihancurkan oleh Nebukadnezar. Tapi apa yang terjadi? Perintah itu diberikan di zaman Koresh sedangkan Hagai berbicara pada zaman Darius, berarti sudah 20 tahun berlalu. Apabila ada seorang pemilik tanah menyuruh sebuah kontraktor untuk membangun rumah, tapi selama 20 tahun rumah itu belum dibangun dan masih berupa tanah dan rumput-rumputnya, bisa bayangkan betapa marahnya pemilik rumah itu. Kita yang manusia saja marah kalau mempunyai kontraktor seperti ini, apalagi Tuhan. Tuhan membebaskan bangsa pilihannya dengan sebuah mandat, misi, agenda, rencana untuk membangun kembali Bait Allah, namun setelah 20 tahun, Bait Allah itu masih reruntuhan. Mengapa Bait Allah itu tetap reruntuhan? Karena mereka lebih memprioritaskan kenyamanan mereka daripada kemuliaan Allah. Di Hagai 1:2 bangsa Israel berkata sekarang belum tiba waktunya untuk membangun kembali rumah Tuhan. Tuhan kemudian membalas bangsa itu dengan berkata apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu? Rumah Tuhan masih berupa reruntuhan tetapi rumah mereka sudah dipapani dengan baik. Pantas Tuhan marah, karena 20 tahun berlalu, dilepaskan untuk membangun rumah Tuhan, tetapi yang terbangun bukan rumah Tuhan tetapi rumah mereka sendiri. Rumah Tuhan itu untuk kemuliaan Tuhan, rumah bangsa Yehuda adalah kenyamaan mereka sendiri. Rumah bangsa Yehuda ini bukan rumah sembarangan, perhatikan kata papan. Kalau di Indonesia rumah dipapani itu rumah kumuh, tapi di timur tengah mencari papan itu susah, jadi kalau ada orang yang rumah dipapani itu adalah orang kaya. Bisa bayangkan rumah Tuhan masih reruntuhan tetapi rumah bangsa Yehuda rumah elite. Tetapi bangsa ini masih berkilah kalau belum tiba waktunya bagi kita untuk membangun rumah Tuhan, karena bagi mereka kenyamanannya lebih penting daripada kemuliaan Allah.

Bangsa Israel melakukan itu dan kita pun juga mudah untuk melakukannya. Sebenarnya Tuhan memanggil saudara untuk melakukan apa? Dan setelah bertahun-tahun, sekarang saudara melakukan apa? Ef. 2:10 mengatakan, “Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalam-Nya”. Saudara dan saya tidak boleh mengerjakan apa yang kita mau, tetapi kita harus mengerjakan apa yang Tuhan mau kita lakukan di dalam kehidupan kita. Kita seringkali mengutamakan kenyamanan kita lebih daripada kemuliaan Allah. Hagai 1:9 mencatat, “Kamu masing-masing sibuk dengan urusan rumahnya sendiri.” Bukan tidak ada waktu tetapi tidak ada prioritas. Seringkali kita menganggap kemuliaan Tuhan itu bukan prioritas dan kita sibuk mengurus kenyamanan kita sendiri. Saya tidak mengatakan kenyamanan itu salah dan saya bukan anti kenyamanan. Orang Kristen itu bukan tidak boleh mencari kenyamanan. Saya ingin saudara membedakan menikmati kenyamanan dengan menyembah kenyamanan. Bukan berarti kita tidak boleh punya waktu untuk diri kita sendiri, tidak boleh punya waktu untuk keluarga, dan kita harus pelayanan terus. Allah tidak anti kenyamanan. Allah kita adalah Allah yang menciptakan Taman Eden kepada manusia pertama supaya manusia itu nyaman tinggalnya. Allah adalah Allah yang menanggil bangsa Israel keluar dari tanah Mesir ke tanah perjanjian, dan tanah perjanjian itu tanah yang digambarkan kaya akan susu dan madunya. Jangan sekali-kali berpikir bahwa Allah anti kenyamanan, Allah kita ada Allah yang pro kenyamanan. Tapi Allah tidak memanggil saudara untuk menyembah kenyamanan. Kita harus bisa membedakan ini, menikmati kenyamanan  tidak sama dengan menyembah kenyamanan. Bagaimana membedakannya? Ketika kita sudah takut kehilangannya, itu berarti kita sudah menyembah kenyamanan itu. Tetapi pada waktu kita tidak takut kehilangan kenyamanan itu berarti kita menikmati kenyamanan itu selagi ada dan itu tidak salah. Bangsa ini terjebak dengan menyembah kenyamanan, mereka punya waktu untuk rumah mereka tetapi mereka tidak punya waktu untuk rumah Tuhan. Mereka punya waktu untuk kenyamanan  mereka tetapi  tidak punya waktu untuk kemuliaan Tuhan. Di saat itulah Tuhan memberikan kepada mereka surat peringatan. Sebelum Hagai bicara, Tuhan sudah memberi mereka surat peringatan. Kita perhatikan ayat 5, “Oleh sebab itu beginilah Firman Tuhan semesta alam: Perhatikanlah keadaanmu!” Lalu ayat ke 7 juga mengatakan, “Perhatikanlah keadaanmu!”. Kamu sudah mengabaikan pembangunan rumah Tuhan, kamu sibuk dengan urusanmu sendiri, dan sekarang Tuhan mau bangsa ini memperhatikan keadaannya, Tuhan sudah memperingatkan mereka. Apa yang terjadi? ayat 6, “Kamu menabur banyak, tetapi membawa pulang sedikit; kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak panas.” Lalu di ayat yang ke-9, “ Kamu mengharapkan banyak, tetapi hasilnya sedikit,  dan ketika kamu membawanya ke rumah, Aku menghembuskannya.” Ketika kita mengabaikan apa yang Tuhan ingin kita lakukan, maka Tuhan tidak akan pernah memberikan kita kepuasan hidup. Hagai 1 ini diberikan pada saat pesta panen, ketika bangsa Yehuda seharusnya membawa hasil panen mereka ke Bait Allah namun di sana mereka baru sadar kalau panen mereka jauh berkurang. Dan Tuhan berkata kepada mereka, “Perhatikanlah keadaanmu.

Suatu kali ada seorang mahasiswa yang merasa bersalah kalau punya pacar cantik karena merasa tidak mempedulikan kemuliaan Tuhan. Namun saya berkata kalau dia tidak bisa menikmati pernikahannya, bagaimana Tuhan bisa dipermuliakan. Tidak salah asalkan tahu batas antara menikmati kenyamanan dengan menyembah kenyamanan. Kita sudah menyembah kenyamanan ketika kita tidak lagi siap hidup tanpa kenyamanan itu. Kita hanya menikmati kenyamanan itu selagi ada. Bangsa Yehuda terjebak dalam kenyamanan. Mereka mempunyai waktu untuk rumah mereka tetapi tidak untuk Rumah Tuhan. Sebelum Hagai berbicara, Tuhan sudah memberikan surat peringatan seperti tertulis di ayat 5 dan 7 ketika mereka disuruh memperhatikan keadaan mereka yaitu hasil panen mereka berkurang. Ketika kita mengabaikan apa yang diinginkan oleh Tuhan maka Tuhan tidak akan pernah memberikan kita hidup puas. Hagai 1 ini diberikan pada hari pesta panen ketika bangsa Yehuda seharusnya datang ke Bait Allah membawa hasil panen. Sebagian orang sering berkata bahwa semua penyakit dan malapetaka adalah akibat dosa. Sebagian lagi jatuh di ekstrem yang lain yaitu penyakit dan penderitaan tidak ada hubungannya dengan dosa. Dua-duanya salah. Ada sebagian penyakit dan malapetaka yang Tuhan berikan sebagai peringatan akan sebuah dosa. Pertanyaannya adalah bagaimana membedakan malapetaka hukuman dan bukan hukuman. Jangan tanya pendeta, saudara sendiri yang bisa membedakannya. Saudara harus peka. Tuhan izinkan sesuatu terjadi bukan karena hukuman melainkan mempunyai rencana lain.

Saya mempunyai teman yang pekerjaan pertamanya mendapat gaji pas-pasan. Dia menerima pekerjaan itu agar mempunyai pengalaman kerja. Selama 3 tahun pertama dia selalu ketakutan kalau dia sakit, karena gajinya hanya cukup untuk makan dan kontrakan, dan tidak mendapat fasilitas asuransi dari perusahaan. Namun anehnya selama 3 tahun dia tidak pernah sakit dan tidak pernah kurang. Setelah 3 tahun, setiap tahunnya dia dipromosikan terus selama 4 tahun dan mendapat gaji yang cukup dan fasilitas asuransi. Namun setelah di posisi tersebut dia malah merasa kurang karena jatuh sakit. Kebetulan penyakitnya tidak termasuk yang dibayari oleh asuransi. Saya berkata kepada dia, “Perhatikanlah keadaanmu. Dulu waktu baru mulai bekerja, apa janjimu kepada Tuhan? Setelah bertahun-tahun, apa yang kamu lakukan?” Banyak orang yang ketika susah banyak janji kepada Tuhan. Setelah mapan, tidak satu pun janjinya dilakukan. Mungkin hari ini Tuhan berkata kepada saudara, “Perhatikanlah keadaanmu.” Bangsa Yehuda melupakan kemuliaan Tuhan demi kenyamanan mereka. Namun Tuhan membuat mereka tidak nyaman. Kita seringkali mengabaikan apa yang Tuhan mau demi kenyamanan kita. Apa yang Tuhan lakukan? Dia memperingatkan kita.

Mungkin saat ini saudara bertanya-tanya kenapa Tuhan mengizinkan malapetaka terjadi pada saudara. Mungkin Tuhan ingin berkata kepada saudara, “Perhatikanlah keadaanmu.” Apakah yang Tuhan ingin saudara lakukan, sudah saudara selesaikan? Tuhan mempercayakan sebuah rencana kepada setiap orang. Sudahkah diselesaikan atau saudara sedang sibuk menyelesaikan rencana orang lain? Tuhan memiliki cerita yang berbeda untuk setiap orang. Tuhan mau saudara menjalani cerita itu sampai selesai. Dalam konteks bangsa Israel, Tuhan ingin mereka membangun Rumah Tuhan. Namun mereka membangun rumah mereka sendiri sehingga Tuhan menegur mereka. Bersyukurlah kalau Tuhan masih mau menegur. Puji Tuhan kitab Hagai pasal 1 ini ditutup dengan pertobatan. Tuhan menegur dan merekapun bertobat. Ada tiga jenis orang. Pertama, Tuhan tidak menegur dan membiarkan orang itu. Itu adalah malapetaka besar. Kedua, orang yang sudah ditegur tetapi tidak bertobat. Ketiga, orang yang ditegur bertobat. Bangsa ini adalah orang jenis ketiga yaitu salah, sadar, dan bertobat. Ditegur dan bertobat, itulah yang penting. Kesalahan yang sudah dilakukan tidak bisa dikembalikan lagi. Namun saudara tidak perlu sampai bunuh diri. Kalau Tuhan tegur, bertobatlah. Tuhan dan iblis sama-sama menunjukkan kesalahan. Namun bagi iblis kata “salah” adalah kata terakhir. Sebelum saudara salah, iblis berkata saudara benar. Setelah saudara salah, iblis berkata salah. Selesai di situ. Makanya banyak orang bunuh diri. Bedanya dengan Tuhan adalah sebelum saudara salah, Tuhan selalu mengatakan jangan. Namun ketika saudara salah, Tuhan tidak datang dengan tudingan saudara salah. Tuhan menyuruh saudara bangun. Bertobat lebih penting daripada menangis. Meratapi kesalahan tidak mengubah apa-apa, melainkan bertobat yang mengubah. Sebelum kita bicara mengenai salah, mari kita tidak melakukannya. Kalau Tuhan tegur, bertobatlah. Mari kita lanjutkan misi yang Tuhan berikan di dalam hidup kita. Genapi panggilan hidup kita. Tuhan akan bertanya apakah kita sudah menyelesaikan pekerjaan yang dipercayakan-Nya kepada kita selama di dunia. Apa yang Tuhan mau di hidup saudara? Kalau tidak tahu, saudara perlu tanya Tuhan. Kalau sudah tahu, saudara sudah kerjakan belum? Atau malah sibuk mengerjakan pekerjaan orang lain yang bukan cerita saudara?