Pengaruh Gereja

Kita mungkin sudah tidak asing dengan gereja, terutama yang dibesarkan di dalam keluarga Kristen atau memiliki sejarah keluarga Kristen yang panjang. Namun apakah kita sudah mengerti mengapa Tuhan mendirikan gereja. Umumnya apa yang kita harapkan dari gereja berbeda sekali dengan apa yang Tuhan harapkan dari gereja dan seringkali apa yang Tuhan harapkan dari gereja jauh lebih besar dari harapan kita terhadap gereja. Apakah kita memiliki pandangan yang sama tentang gereja seperti yang ada pada Tuhan? Lalu apa yang Tuhan tuntut dari gereja-Nya? Tidak lain dan tidak bukan untuk berpengaruh. Tuhan tidak menginginkan gereja yang tidak berpengaruh di tengah dunia ini dan itu tujuan utama dari Tuhan tentang gereja di dunia ini, untuk mempengaruhi. Mungkin kita sudah puas dengan GRII Semarang ini, tapi apakah Tuhan sudah puas dengan GRII Semarang? Begitu juga kita harus bertanya apa yang Tuhan tuntut dari gereja-Nya? Jawabannya sama yaitu memiliki berpengaruh. Oleh karena itu khotbah ini akan saya bagi dalam 3 pokok pembahasan. Pertama, panggilan untuk berpengaruh. Kedua, pengaruh berasal dari perbedaan. Ketiga, pengaruh berasal dari karakter.

Pertama, panggilan untuk berpengaruh. Berpengaruh adalah panggilan bagi kita bukan pilihan. Kita umumnya seringkali membagi orang percaya ke dalam dua kategori yaitu berpengaruh dan tidak berpengaruh. Namun sebenarnya di dalam Alkitab itu sendiri tidak ada dikotomi seperti itu karena sesungguhnya kita, orang percaya, dihadirkan di dunia ini dan dipanggil untuk berpengaruh dan itu bukan sebuah pilihan. Oleh karena itu seharusnya kita mengevaluasi hidup kita, apakah kita sudah berpengaruh atau tidak? Pernahkah kita mengevaluasi hidup kita dengan menggunakan standar ini? Seringkali kita mengevaluasi hidup kita dengan ukuran dunia seperti jumlah aset yang kita miliki? Saya percaya bahwa sebenarnya pengukuran seperti ini tidaklah salah, karena kita menunjukkan apakah kita sudah bekerja lebih keras dibanding sebelumnya. Namun yang lebih penting dari pertanyaan itu adalah pertanyaan apakah kita sudah menjadi lebih berpengaruh dibanding sebelumnya. Sampai saat ini sudah berapa orang yang sudah kita pengaruhi? Menjadi berpengaruh adalah sebuah panggilan. Itu mengapa Yesus Kristus memanggil kita sebagai garam dan terang dunia. Pada ayat 13 – 16, Yesus menyebut gereja sebagai komunal namun menyebut setiap pribadi kita, orang-orang percaya, sebagai garam dan terang dunia. Yesus tidak mengatakan, “Jadilah garam dan terang dunia,” melainkan, “Kamulah garam dan terang dunia.” Garam harus memberi rasa, harus mengawetkan dan terang itu harus menerangi. Itu bukan pilihan, melainkan keharusan. Selama GRII Semarang berdiri sudah berapa banyak orang yang diberi pengaruh? Umumnya ada tiga alasan orang berpikir tidak bisa jadi pengaruh, yaitu usia yang terlalu muda, posisi sosial dan jumlah yang sedikit / minoritas. Sebenarnya ketiga hal tersebut tidak menjadi penghalang untuk berpengaruh. Usia tidak menjadi soal bagi orang untuk dapat menjadi pengaruh. Ada orang yang tidak memiliki jabatan justru memiliki pengaruh yang besar. Jabatan tidak menjamin orang berpengaruh dan juga ada orang yang sudah menjadi pemimpin begitu lama namun tidak ada legacy yang ditinggalkan sama sekali. Orang yang paling berpengaruh bagi saya dalam hidup saya adalah ibu saya sendiri. Dia meninggalkan jabatannya sebagai guru saat sudah menikah dan membesarkan saya dan sampai hari ini kalau saya ditanya siapa orang yang paling berpengaruh dalam hidup saya jawabannya adalah ibu saya dan dia tidak memiliki jabatan sama sekali. Jadi tidak ada yang namanya alasan usia atau pun jabatan untuk menghalangi kita untuk berpengaruh karena Tuhan sendiri sudah menggelari kita garam dan terang dunia.  Jangan sampai suatu hari nanti ternyata orang yang paling berpengaruh buat anak kita bukanlah kita, melainkan orang lain padahal kita yang paling dekat dengan mereka. Bagi Anda yang bekerja di kantor, apakah sudah ada pengaruh yang telah kita tinggalkan terlepas dari jabatan kita? Sebagai orang kristen kita perlu bertanya apakah kita sudah meninggalkan pengaruh dimana kita berada karena kita adalah garam dan terang?

Pada rangkaian khotbah di bukit ini, Yesus berkata kepada murid-muridnya “…you are the salt of the earth and the light of the world...” Sebutan Yesus ini berlaku dari dulu hingga sekarang dan juga menunjuk kepada gereja-Nya dan kita di masa sekarang ini. Maka kita sudah harus berhenti berpikir bahwa kita tidak bisa memberi pengaruh, melainkan kita harus menjadi pengaruh. Tidak ada gunanya theologi bagus kalau kita tidak memiliki pengaruh. Tidak ada gunanya memiliki theologi yang benar kalau kita gagal menjadi pengaruh bagi sekitar kita. Apabila kita tidak bisa memiliki pengaruh, kita harus tanya, “Apa yang salah dengan diri kita?” Sama seperti garam yang tidak jadi asin dan cahaya tidak menerangi lagi, kita perlu bertanya apa yang salah dengan kedua hal tersebut. John Stott pernah mengatakan, “Daging membusuk jangan salahkan dagingnya, tapi salahkan garamnya. Rumah gelap jangan salahkan kegelapan, tapi salahkan lampunya.” Ketika kantor dimana kita bekerja itu gelap, banyak kecurangan dan kebusukan, kita tidak bisa mengatakan bahwa hal ini lumrah karena dunia memang berdosa. Jikalau garam sudah tidak asin lagi lalu apa gunanya garam tersebut.

Kedua, pengaruh berasal dari perbedaan. Kita menjadi pengaruh bagi dunia dimulai dari kita berani menjadi berbeda dengan dunia ini. Garam dan terang menjadi pengaruh karena kedua hal tersebut berbeda dengan sekitarnya. Begitu juga gereja, akan berpengaruh ketika berbeda dengan dunia bukan justru menjadi sama dengan dunia. Dewasa ini, banyak gereja mencoba menjadi relevan dengan dunia dengan pikiran ketika gereja menjadi relevan dengan dunia maka akan mudah mempengaruhi dunia. Namun hal yang terjadi justru berkebalikan, yaitu gereja menjadi sama dengan dunia dan tidak mempengaruhi. Ada sebuah pepatah berkata if two people is always agree, one of them is not necessary. Jikalau dua orang selalu setuju maka sesungguhnya tidak perlu lagi ada orang kedua. Begitu juga dengan gereja, ketika gereja sama dengan dunia, maka gereja tidak diperlukan lagi. Gereja dibutuhkan karena gereja berbeda dengan dunia. Begitu juga dengan orang percaya, baru akan bisa mempengaruhi dunia ketika kita berbeda dengan dunia. Dunia harus melihat kita berbeda dan kita tidak perlu malu untuk terlihat berbeda dengan dunia. Stanley Hauerwass pernah berkata, “Dunia akan tahu bahwa mereka dunia ketika gereja menjadi gereja.” Saya sering bertemu dengan orang percaya yang berkata bahwa kita tidak perlu terlalu menjadi fanatik dan juga menunjukkan identitas dan kekristenan kita kepada dunia. Kepada orang tersebut saya bertanya kembali, kalau memang demikian dunia butuh mereka untuk apa. Dunia membutuhkan orang percaya karena memang berbeda dari dunia. Untuk itu kita jangan takut berbeda karena pengaruh berasal dari perbedaan. Ini bukan hal yang mudah dan sangat berat. Menjadi berbeda, itu resikonya besar, karena berbeda itu membuat kita dibenci. Maling dibenci karena berbuat sesuatu, tapi ada kebencian yang lebih besar lagi, yaitu dibenci karena siapa dirinya. Ini bukan kebencian, tapi alienasi. Berbeda itu resikonya dibenci, tapi dibutuhkan. Orang Kristen itu ialah orang yang dibenci, tapi dibutuhkan. Kalau saudara hanya dibenci, tapi tidak dibutuhkan, maka itu tidak cukup dan berarti ada yang salah. Saudara jangan menggeneralisasi bahwa dibenci, berarti sudah benar. Orang Kristen itu pasti dibenci, tapi juga dibutuhkan. Punya karakter dan juga kompetensi. Daniel dan kawan-kawan memberi teladan itu. Ketika Daniel dibuang ke Babel, mereka tidak menyembunyikan diri mereka dan berterus terang menunjukkan mereka itu adalah orang Yahudi dan tidak sama dengan orang Babel. Pada saat yang sama, Daniel didapati 10x lipat lebih berhikmat dari orang Babel. Dia dibenci dan dibutuhkan. Jadilah orang yang berbeda, yang dibenci tapi pada saat yang sama juga dibutuhkan (hated but needed). Jika saudara mengatakan mengasihi dunia (loving your enemy), maka kita harus rela menjadi orang yang dibutuhkan sekaligus dibenci.

Orang Anabaptist di Amerika ada yang disebut kaum Amish. Mereka keturunan Anabaptist yang berasal dari belanda, lalu menetap di Amerika. Mereka memegang 1 prinsip, yaitu anti kekerasan / nonviolence. Beberapa tahun yang lalu ada seorang pemuda yang stress yang menembaki guru dan anak-anak di sekolah yang dimiliki orang Amish. Polisi datang dan orang itu dilumpuhkan dengan ditembak. Namun yang membuat Amerika gempar yaitu orangtua anak korban datang ke acara penguburan anak yang menembak anaknya. Ketika seluruh dunia menghujat orang tuanya, orang-orang Amish datang ke penguburannya dan menghibur orangtua  pelaku penembakan. Yang seharusnya dihibur adalah anak yang ditembak pelaku, tapi orangtua ini tidak mau buang waktu untuk dihibur, mereka pergi menghibur orangtua pelaku. Itu yang membuat Amerika gempar. Peristiwa ini terjadi tahun 2001 ketika Amerika menyerang Afganistan untuk membalas dendam 911. Pada tahun yang sama ada sekelompok orang Kristen yang menunjukkan loving your enemy. Kalau kita bisa balas dendam, dunia juga bisa. Namun ketika kita mengasihi musuh, itu yang dunia tidak bisa. Di sanalah kita berbeda dan dibutuhkan.

Ketiga, pengaruh berasal dari karakter. Sebelum Yesus mengatakan kamulah garam, kamulah terang, Yesus lebih dahulu menyebutkan: “Berbahagialah mereka yang miskin di hadapan Allah. Matius 5 dimulai dengan 8 Ucapan Bahagia. John Stott menyebutkan 8 ucapan bahagia itu sebagai karakter Kristen. Seolah Yesus mengatakan, “Kalau kamu tidak memenuhi 8 syarat ini, kamu bukan orang Kristen.” Orang kristen haruslah miskin di hadapan Allah, murah hati, lemah lembut, berduka cita, dan dianiaya oleh sebab kebenaran. Kalau kamu memiliki 8 karakter ini, maka berbahagialah kamu. Saya sangat tertarik dengan lemah lembut. Dalam bahasa Yunani, lemah lembut itu diterjemahkan suka mengalah, tidak bertahan. Abraham adalah contoh kelemahlembutan. Ketika dia deal dengan Lot, dia menyuruh Lot untuk pilih mau bagian tanah yang mana. Hak memilih itu sebenarnya adalah haknya Abraham. Orang yang lemah lembut, tidak menganggap haknya paling penting. Dia bisa membiarkan orang lain mengambil haknya, itu namanya lemah lembut. Namun dalam dunia persaingan yang ketat seperti ini, lemah lembut akan membuat kita diinjak. Lemah lembut berarti walaupun jabatan itu hakmu, tapi karena itu kamu jadi berkelahi dengan orang lain, maka berikanlah. Sebelum Yesus mengatakan kamu adalah garam dan terang dunia, Dia lebih dahulu mendaftarkan 8 karakter Kristen. Mengapa? karena pengaruh berasal dari karakter. Pengaruh bukan dari jabatan atau kuasa, tapi dari karakter. Hanya ketika orang Kristen bisa menunjukkan karakter Kristus, barulah pengaruh Kristen baru terasa kepada siapapun juga. Kalau orang Kristen hanya punya jabatan tapi tidak punya karakter, maka dunia tidak akan melihat pengaruh kita. Apakah kita memiliki karakter Kristus? Inilah yang menjadi persoalan dunia sekarang. Dunia kita menganggap karakter itu tidak penting. Kita mengalami krisis karakter yang terjadi dari atas sampai ke bawah. Persoalan negara kita ini bukan kurang orang berkuasa, tapi kurang orang berkarakter. Ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Masalah dunia hari ini adalah mempercayakan kuasa yang besar kepada orang yang memiliki karakter anak-anak. Di tengah dunia ini, Tuhan memanggil kita bukan untuk mengejar kuasa, tapi mengejar karakter. Ada kalimat mengatakan “God is concern with your character than your career.” Mengapa karakter lebih penting daripada karier? Karena kita tidak membawa karier kita ke surga, tetapi membawa karakter kita ke surga. karier kita berakhir di kuburan, seberapa tinggi pun karier itu berakhir di kuburan. Karena nanti di surga, yang Bapa lihat bukan karier kita tetapi keserupaan kita dengan Kristus. Sungguh menarik dan sungguh ironis, apa yang kita kejar di dunia ini ternyata tidak penting lagi di surga. Apa yang kita abaikan di dunia ini justru sangat penting di surga. Kenapa kita dipilih? Karena kita ditetapkan untuk serupa dengan anak-Nya yang tunggal. Apa yang membuat Bapa paling bahagia melihat kita? Melihat kita menjadi serupa dengan Kristus itulah bahagianya Bapa yang paling tinggi. Sungguh ironis, karakter adalah hal yang paling diabaikan oleh orang Kristen. Dunia kita lebih mementingkan karier daripada karakter. Hari ini orang tidak bertanya karakter orang, tapi orang bertanya kemampuan orang. Apa bedanya dunia sekolah dengan dunia universitas? Di sekolah kita menekankan anak – anak milikilah karakter yang baik, tetapi begitu masuk kuliah, dosen berkata kita kalau baik tapi tidak pintar itu tidak ada gunanya. Dua belas tahun (SD-SMP-SMA) guru menekankan karakter, dan dihancurkan oleh universitas. Saya membaca buku The Road Character yang ditulis David Brooks, salah satu penulis best seller di New York Times. Dia mengatakan, “Sewaktu saudara hidup, orang sibuk membicarakan karier saudara. Waktu saudara mati, orang bicara karakter saudara.”  Dia membuat analisis. Suatu kali dia datang ke acara penguburan orang, biasanya di Amerika sebelum orang dikuburkan, ada beberapa orang yang diminta bicara sepatah dua patah kata mengenai almarhum selama hidupnya (Eulogy). Sepanjang eulogy, tidak ada orang bicara bahwa almarhum memiliki banyak rumah atau mobil terbaru. Di sepanjang acara penguburan, orang bicara karakter almarhum, seperti rendah hati, murah hati, suka berbagi, tidak pelit. Orang kalau masih hidup, biografinya berisi dengan karier. Ketika kita hidup orang bicara mengenai karier kita, tapi ketika kita mati orang bicara mengenai karakter. Kristus mengatakan untuk kita memiliki karakter, karena karakter akan menghasilkan pengaruh. Kalau saudara menjadi orang Kristen yang berkarakter, saudara tidak akan gagal mempengaruhi orang lain. Karakter itu mempengaruhi banyak orang. Karakter itu seperti tabung bagi asam sulfat. Kesuksesan itu asam sulfat (korosif), karakter itu tabungnya. Tidak ada orang menyimpan asam sulfat (H2S04) di botol aqua karena botolnya pasti hancur. Apakah saudara menyimpan kesuksesan di dalam karakter yang kuat? Bahaya sekali kalau kita cepat sukses, tetapi karakter kita tidak kuat. Tiger woods, seorang pemain golf yang sangat sukses lenyap dari peredaran bukan karena kalah turnamen, melainkan semenjak kasus perselingkuhan yang terbongkar oleh media.

Ada 2 kisah bagaimana orang Kristen mempengaruhi dunia. Pertama, pada abad ke-4 seorang sejarawan bernama Eusibius menceritakan bagaimana orang-orang Kristen hidup di kota Roma. Saat itu sebagian besar orang Kristen adalah orang miskin. Pada satu hari kota Kaisarea itu mengalami wabah pes dan penduduk kota itu mati. Banyak orang kaya yang bukan Kristen pergi meninggalkan Kaisarea mencari kota yang aman. Namun ada sekelompok orang kristen yang tetap tinggal untuk mencari penduduk yang masih bisa diselamatkan. Mereka membuat seperti rumah sakit darurat. Orang Kaisarea yang tidak seagama dengan mereka pun mereka rawat dan sembuhkan. Kalau pun tidak tertolong, mereka akan kuburkan. Setelah wabah pes lewat, orang Kaisarea pulang dan terkejut melihat betapa setianya orang Kristen bahkan kepada orang Kaisarea. Mendengar hal itu, seorang kaisar Roma bernama Julian the Apostate berkata, “Kita pun tidak melakukan hal itu kepada orang seagama dengan kita sekali pun.” Seseorang berkata, “Itulah alasan mengapa kekristenan bisa menaklukkan Romawi. Bukan karena mereka punya kuasa, tapi karena punya karakter.”

Cerita kedua, di zaman Romawi ada satu olahraga bernama gladiator. Olahraga itu sudah dibubarkan dan dilarang. Olahraga ini tidak manusiawi, biasanya ini tempat para tawanan diadu. Pilihannya adalah kalau kalah akan mati dan yang hidup akan bebas. Karena pilihannya adalah bebas, maka mereka bertarung mati-matian membunuh lawan mereka. Penontonnya adalah penduduk kota. Suatu kali pada sekitar abad ke-5 ada seorang biarawan Kristen bernama Telemakus yang pergi ke kota Roma. Lalu dia mendengar ada gladiator, dan dia pergi ke tempat gladiator bertarung untuk menonton. Dia shock sekali, melihat pertunjukan yang begitu buas dan tidak manusiawi. Waktu dia menonton, dia berkata pelan–pelan, “Ini harus dihentikan.” Tetapi tidak ada yang dengar, dan dia berkata lebih keras lagi, lebih keras lagi sampai orang disekitarnya terusik dan orang–orang melihat dia. Dia teriak dengan keras, “Ini harus dihentikan.” Orang – orang menjadi marah dan memukuli dia hingga ia mati. Berita kematian Telemakus ini kedengaran oleh Kaisar Theodosius, dan akhirnya gladiator ini dihentikan. Ini contohnya, kekristenan pernah berpengaruh. Bukan dengan power, tetapi dengan karakter. Tetapi kenapa pengaruh kekristenan seperti ini tidak kedengaran di zaman ini? Pertanyaannya, sudahkan kita puas menjadi orang Kristen begini – begini saja. Berpengaruh itu panggilan, kiranya firman Tuhan ini menolong kita untuk masuk ke dalam dunia ini dan berpengaruh bagi dunia ini.