Hidup Pelayanan Kita sebagai Persembahan kepada Tuhan

Roma 12:1-21; Yehezkiel 43: 18-27

 

Dalam pembacaan Alkitab kali ini, Paulus menekankan untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah. Ini adalah ibadah yang sejati. Dalam terjemahan bahasa inggris, kata “ibadah yang sejati,” ditulis “spiritual worship”. Hal ini menarik karena kita diminta menggunakan tubuh kita untuk melakukan ibadah yang bersifat spiritual. Jadi kedua aspek ini penting. Mungkin kita sering tidak melihat tentang hal ini karena kita melakukan apa yang terlihat secara kasat mata saja bagi kita. Salah satu contohnya kita memberikan persembahan dalam ibadah kita, waktu serta tenaga kita memberikan uang kita, waktu kita dan tenaga kita saat itu. Namun mungkin Tuhan tidak berkenan dengan uang, daya atau waktu yang kita berikan. Ini menjadi tantangan bagi kita sendiri untuk mengetahui apakah Tuhan berkenan dengan apa yang kita berikan itu. Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita melihat Yehezkiel 43: 18-27. Pada bagian ini kita melihat bahwa ketika Tuhan berkenan, Tuhan mensyaratkan adanya korban penghapusan dosa karena tanpa ini semua maka kita tidak akan suci dan tidak murni di hadapan Tuhan. Tanpa itu Tuhan tidak akan berkenan dengan apapun yang kita kerjakan. Oleh karena itu Saudara sekalian, aspek yang paling penting dari persembahan kita adalah relasi kita dengan Tuhan. Tuhan tidak menginginkan korban bakaran kita, melainkan hati yang hancur, remuk dan bersandar kepada Tuhan. Itu yang membuat apa yang kita kerjakan berkenan kepada Tuhan. Maka pertanyaan berikutnya adalah, saat kita mengevaluasi hidup kita setahun yang lalu apakah kita juga mengevaluasi hubungan kita dengan Tuhan? Saat kita menghabiskan waktu, tenaga, kemampuan dan materi kepada Tuhan apakah semua hal tersebut membuat kita semakin dekat dengan Tuhan atau tidak? Hal yang ironis adalah ketika kita banyak melayani kita justru secara spiritual tidak bertumbuh, tidak mendekat kepada Allah. Jikalau memang ini terjadi, bisa dikatakan bahwa kita melakukan ibadah secara fisik bukan ibadah secara spiritual.

Dalam kitab Roma, Paulus berbicara tentang persembahan. Ini adalah satu konsep yang dekat dengan konsep persembahan kambing dan domba yang dikenal oleh orang-orang Yahudi. Apabila kita membaca Kitab Roma dari awal, kita dapat melihat adanya perselisihan antara orang percaya Yahudi dan Non-Yahudi dimana mereka masih memperdebatkan tentang sunat, korban bakaran, makanan dan minuman serta hal lain. Ini adalah hal-hal lahiriah. Dalam perdebatan tersebut, Paulus secara cemerlang menekankan untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah sebagai ibadah kita yang sejati. Apa itu persembahan yang hidup? Bagaimana caranya? Secara sederhana persembahan yang mati adalah persembahan yang sekali kita serahkan, dipakai lalu selesai nilai kegunaannya seperti uang atau tenaga. Sedangkan persembahan yang hidup berarti dalam sepanjang masa kita hidup, kita menyatakan diri kita betul-betul sebagai persembahan bagi Tuhan yang berkenan dan kudus sehingga tidak lagi ada dualisme sikap. Ketika kita berada di gereja kita begitu baik namun kembali ke dunia luar menjadi orang yang lain. Tuntutan untuk memberi persembahan yang hidup itu merujuk kepada totalitas hidup kita dalam segala aspek dan hal ini hanya mungkin terjadi oleh karena darah Kristus. Darah Kristus menjadikan kita milik Allah sehingga ketika kita akan melakukan sesuatu, kita dapat berpikir dan bertindak sesuai dengan kehendak Allah.

Pada ayat 2 “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlan oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Dunia ini sangat menakutkan dan salah satu nilai yang ditawarkan dunia adalah budaya instan. Contohnya bisa kita lihat pada masyarakat dewasa ini tidak lagi mau membaca buku-buku melainkan hanya mau mendengar rangkuman dari suatu buku. Buruknya, budaya itu juga terbawa saat kita membaca Alkitab. Banyak hal yang kita lewati saat membaca Alkitab dan hanya mencari intinya sehingga keinginan kita untuk menelaah lebih jauh suatu kitab baik melalui buku-buku maupun melalui commentary semakin turun dan hal ini menyebabkan kerohanian kita semakin lama semakin kendur. Hal lain yang ditawarkan di dunia juga terlihat ketika kita justru menghabiskan banyak waktu kita di sosial media dan media chatting lainnya namun ketika kita membaca Alkitab baru sebentar saja kita membaca kita mengantuk. Jikalau kita mengerti bahwa Firman Tuhan itu penting dan hidup, kita tak berarti tanpa Tuhan, mengapa kita tidak memprioritaskan apa yang seharusnya? Ayat ini juga menekankan kita untuk berubah secara terus menerus. Jikalau kita punya anak yang terhambat perkembangannya, sebagai orangtua kita pasti akan khawatir. Namun apabila perkembangan spiritual kita terhambat apakah kita juga akan khawatir? Hal-hal yang seperti ini kita tidak bisa lihat, butuh kepekaan. Pendeta pun tidak tahu. Orang yang rajin pelayanan juga belum tentu dapat ditebak dengan benar. Core atau inti dari orang percaya adalah kita boleh berubah dan bertumbuh hari demi hari. Hari dimana saya sadar menjadi orang reformed adalah hari dimana saya tidak bertumbuh. Kenapa? Karena hari itu saya menjadi seseorang yang arogan, yang mengkritik banyak namun tidak bertumbuh secara spiritual. Saya merasa saya tahu banyak namun saya tidak bertumbuh secara spiritual sama sekali. Bahkan ketika saya datang ke suatu gereja, kerja saya mengkritik khotbah yang disampaikan dan saya tidak dapat menikmati sama sekali firman yang disampaikan. Problem ketika kita mendengarkan Firman Tuhan adalah ketika Firman itu jatuh di tanah yang tidak subur, sehingga Firman tersebut tidak bertumbuh di dalam kita. Lain ceritanya ketika Firman yang kita dengar dan jatuh di kita yang adalah tanah yang subur pasti akan bertumbuh dan juga berbuah. Makin memiliki kepekaan mengetahui mana kehendak Allah dan mana yang bukan dalam setiap tindakan kita dan berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu saudara sekalian, kita dapat betul mengerti apa yang menjadi kehendak Allah dipengaruhi oleh prinsip mempersembahkan diri sebagai persembahan yang hidup kita secara utuh sebagai persembahan yang berkenan Allah.

Ayat 3-8, Paulus membahas aspek pelayanan. Maksud ayat ini adalah ketika orang ketika sudah mendekat kepada Tuhan, dia memiliki kepekaan apa yang harus dikerjakan sesuai kadar iman yang diberikan Tuhan. Selain itu, kita lihat di dalam gereja sendiri setiap anggotanya memiliki karunia yang berbed . Gereja yang bertumbuh adalah gereja yang umatnya mengerti karunia masing-masing dan saling melengkapi satu dengan yang lain. Apabila kita amati, di setiap gereja Tuhan menempatkan orang-orang yang memiliki karunia yang unik misalnya ahli manajemen acara, lagu dan paduan suara, manajemen gereja. Apabila misalnya tiap orang-orang ini kita bolak balik fungsi dan pekerjaannya, kemungkinan besar gereja tersebut dapat kacau balau. Memang ada orang-orang yang memiliki karunia spesifik tertentu namun juga memiliki kelemahan di bidang yang lain. Oleh karena itu jemaat yang lain harus mampu menutup kelemahan itu satu sama lain sehingga Kristus dipermuliakan. Kita dapat mengerti  bahwa sejatinya ada 2 masalah yang dibahas di sini. Pertama, permasalahan dimana ada orang yang memikirkan perkara terlalu tinggi yang melampaui kemampuan imannya sehingga semua pelayanan diambil. Jikalau pelayanan ini sebenarnya tidak dikaruniakan oleh Tuhan maka bisa jadi kacau gereja tersebut. Kedua, permasalahan ekstrem yang berlawanan dengan permasalahan pertama yaitu ada orang yang tidak mau mengambil pelayanan sesuai dengan kadar imannya atau ekstremnya tidak mau terlibat. Ini tidak benar karena seharusnya semua jemaat gereja menempatkan diri di dalam pelayanan sesuai dengan karunia yang diberikan.

Bagian Alkitab ini menjadi jawaban dari 2 pergumulan saya. Pertama, saya menemukan bahwa kita semua satu tubuh dan saling melengkapi dan melayani. Kedua, ketika jemaat Tuhan mengerti apa karunia masing-masing dan mengerti dimana mereka harus melayani, pada akhirnya mereka akan menjadi orang yang tepat pada waktu yang tepat. Ketika kedua hal ini terjadi maka yang keluar hanya ucapan syukur kepada Tuhan dan tanpa keluh kesah. Keluh kesah muncul karena kita berada di waktu dan tempat yang salah. Ketika megerti kedua hal itu, kita akan mengerti Tuhan menggerakkan kita dan tahu di bagian mana saya bisa melayani jemaat Tuhan bertumbuh menjadi berkat. Paulus sendiri pada hari itu sudah mengerti dimana tempatnya. Dia mengerti bagaimana Tuhan akan memakai dia melakukan banyak hal dan juga akan menderita, menguatkan iman jemaat.

Keindahan dari bagian ini muncul ketika kita menyadari saat kita mengerti apa kehendak Tuhan dan kita melakukan kehendaknya itu sesuai dengan iman dan karunia masing-masing, yang terucap senantiasa adalah ucapan syukur meski kita menghadapi kesulitan. Paulus juga demikian menghadapi banyak kesusahan dalam pelayanan namun tetap sukacita. Lain halnya ketika kita tidak merasakan pekerjaan / pelayanan kita bukan anugerah Tuhan yang akan terus ada adalah keluh kesah. Ketika keluh kesah berkumpul dengan keluh kesah yang lain hasilnya akan sangat mengerikan namun ketika ucapan syukur bertemu ucapan syukur maka kita akan merasakan indahnya berada di tengah-tengah keluarga Tuhan. Dari bagian ini kita dapat mempelajari pentingnya kita untuk memiliki relasi yang dekat dengan Tuhan. Kita boleh melayani dan melakukan banyak hal namun kita tidak boleh tidak bertumbuh dalam Tuhan. Relasi kita dengan Tuhan bagi kita seharusnya adalah the most important thing di dalam hidup kita, tak ada yang lain. Biarlah kita merenungkan bagian ini dan merefleksi apa yang sudah kita kerjakan di tahun-tahun sebelumnya. Kita perlu mengevaluasi apakah kita bersyukur kepada Tuhan, dekat dan bertumbuh di dalam Tuhan, hal-hal yang kita doakan dan lain sebagainya. Mungkin kalau kita telaah isi doa kita dapat kita lihat isi doa kita yang begitu egois dan self centered bukannya mengenai mencari kehendak Tuhan dalam pelayanan kita dan hidup kita. Ketika kita meminta sesuatu dan dalam keadaan susah kita mencari Tuhan habis-habisan merendahkan diri. Namun ketika kita dalam keadaan bahagia kita tidak mengindahkan pelayanan sama sekali.

Roma 12:9, “Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! Jauhilah yang jahat dan lakukanlah yang baik.” Jemaat di Roma punya masalah karena beda cara pandang di dalam ibadah, melayani, yang esensial bagi orang Yahudi Kristen dan orang non Yahudi Kristen. Ketika Paulus sudah membicarakan hidup untuk melayani 1 tubuh di dalam Kristus. Hal penting berikutnya adalah: hendaklah kasih itu jangan pura-pura. Kasih itu tulus dan orang bisa merasakannya. Waktu melayani pun kita jangan pura-pura. Mungkin orang tidak pernah tahu, tapi Tuhan selalu tahu. Kita perlu melihat apakah yang kita lakukan itu murni atau tidak? Karena kalau tidak murni, itu akan menjadi sesuatu yang jahat. Waktu kita melayani, itu untuk dilihat orang lain atau tidak.

Roma 12:10, “Mengasihi saudara dan saling memberi hormat.” Ini merupakan relasi yang indah. “Jangan hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.” Kapan kita merasakan hati yang menyala-nyala? Hati yang haus akan firman dan terbakar melayani Tuhan. Bagaimana kita menjaga konsisten supaya hati berapi-api? Hanya 1 hal, ketika kita punya relasi yang dekat dengan Tuhan, maka akan terus stabil. Mengapa? Karena relasi itu tidak pernah di dalam level yang konstan, pasti terus bertumbuh. Kalau kita memberi gadget, maka suatu hari dia akan lebih suka gadget daripada orangtuanya. Kalau dari awal kita tidak bangun relasi dengan anak itu, maka akan loss. Kalau kita setahun sudah tidak bertemu Tuhan, maka kita akan nol bahkan jauh dari Tuhan. Itu kembali di Roma 12:2 tadi yaitu memperbaharui terus setiap hari (renew every day) dan semakin berbuah. Sudahkah kita menghasilkan buah? Atau kita menjadi pohon yang tidak berbuah dan kering. Yohanes 15 mengatakan kalau kita di dalam Tuhan (pokok anggur), maka kita akan berbuah banyak. Kita harus bertanya pada Tuhan, “Buah yang diberikan Tuhan itu buah yang mana?” Ini yang perlu kita gumulkan dan doakan. Kita dipanggil untuk berbuah, melayani Tuhan. Pdt Stephen Tong sudah 60 tahun melayani dan sampai sekarang tidak pernah terlihat lesu melayani dari kota ke kota. Dia masih punya target dan misi besar. Problem kita hari ini mungkin kita tidak punya target pelayanan. Roma 12:12, “Bersukacita dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan, dan bertekun dalam doa.” Ini 3 aspek penting yang menopang relasi dengan Tuhan: bersukacita, bersabar, dan bertekun. Dalam Roma 12:15. Bagian pertama adalah empati. “Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita dan menangislah dengan orang yang menangis.” Ini tidak mudah. Ini panggilan dalam kita berelasi. Tidak dingin dan tidak apatis. Kita perlu counter dunia yang self-centered life. Kita perlu belajar empati dari relasi kepada Tuhan dan sesama. ”Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu.” Kita ini satu tubuh. Dalam 1 tubuh tidak pernah ada 2 kepala. Kepalanya hanya Kristus, maka tidak mungkin anggota tubuh itu tidak sehati sepikir. Kalau kita semakin dekat dengan Tuhan, kita akan makin sehati sepikir. Dalam keluarga, ada relasi segitiga: Tuhan-suami-istri. Kalau pasangan semakin jauh dari Tuhan, maka mereka berdua juga semakin jauh. Paulus memberi 1 peringatan yang sangat keras. “Jangan kamu memikirkan perkara yang tinggi, tapi arahkan dirimu pada perkara yang sederhana.” Ini bukan berarti kita tidak boleh melakukan hal-hal yang besar. Boleh melakukan hal yang besar, tapi sesuai dengan iman. Lalu Paulus memperingati, “Jangan menganggap dirimu pandai.” Mengapa? Karena ketika kita merasa pandai, relasi kita dengan Tuhan berhenti. Kita tidak punya lagi perasaan haus dan lapar akan firman Tuhan. Matius 5 mencatat, “Berbahagialah orang yang haus dan lapar akan kebenaran, mereka akan dipuaskan.” Ketika kita merasa cukup pandai, itulah saatnya terjadi kekeringan spiritual.

Roma 12:17, “Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan, lakukan apa yang baik bagi semua orang.” Sedapat-dapatnya kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang.” Ada konflik yang tidak bisa dihindari dan ada yang bisa dihindari. Ada pergumulan yang tidak harus kita tanggung, tapi ada pergumulan yang mau atau tidak harus dihadapi. Ketika hal ini terjadi, mari kita menghadap kepada Tuhan dimana posisi kita. Kita jangan menyiram bensin kepada api karena bisa kebakaran. Kita harus tahu posisi kita ada dimana. Di dalam pelayanan, pekerjaan, kehidupan bergereja, berkeluarga, kita punya panggilan yang sama: memberikan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah. Itulah ibadah kita yang sejati. Dimanapun kita, kita dipanggil untuk boleh melakukan apa yang baik dan apa yang berkenan kepada Tuhan. Ini bukan menjaga status quo, yang penting tidak ada konflik. “Ada masalah tidak perlu bicara, yang penting semua damai-damai.” Bukan seperti itu. Panggilan kita bukan menjaga status quo, tapi untuk membawa damai. Counter balance-nya yaitu adanya kepahitan dalam kehidupan keluarga, pelayanan, gereja, dll. Sebagai orang yang sudah tahu kehendak Allah dan apa yang berkenan kepada dia, kita perlu melihat bagian ini. Roma 12:19, “Saudaraku yang terkasih, janganlah kamu menuntut pembalasan, tapi berilah tempat kepada murka Allah. Sebab ada tertulis: pembalasan itu adalah hakku. Jika seterumu lapar, beri dia makan.” Untuk mengerti bagian ini tidaklah sulit, tapi melakukannya yang penuh tantangan. Hanya orang yang dekat kepada Tuhan saja, yang mungkin melakukan hal seperti ini. Bagian kita yaitu mengasihi, bahkan mengasihi seteru dan bukan menghakimi. Ini tantangan untuk kita hidupi dan kerjakan, bukan hanya untuk kita renungkan. Ketika kita melakukan ini, maka kesaksian kehidupan Kristen, itu mulai nyata.